DFW Indonesia dalam rangkaian implementasi SAFE Seas Project di kota Bitung telah mendorong dan memfasilitasi Surat Edaran Lurah Aertembaga Satu tentang Sistim Perlindungan Awak Kapal Perikanan

Jakarta (ANTARA) - Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia bersama sejumlah pihak menggalakkan sosialisasi pencegahan kerja paksa awak kapal perikanan seperti yang dilakukan di Kota Bitung, Sulawesi Utara.

"DFW Indonesia dalam rangkaian implementasi SAFE Seas Project di kota Bitung telah mendorong dan memfasilitasi Surat Edaran Lurah Aertembaga Satu tentang Sistim Perlindungan Awak Kapal Perikanan," kata Koordinator DFW Indonesia, Moh Abdi Suhufan dalam rilis di Jakarta, Kamis.

Ia memaparkan, surat edaran ini dimaksudkan sebagai salah satu bentuk pencegahan awak kapal perikanan agar tidak terjebak dalam praktik kerja paksa dan perdagangan orang di kapal perikanan.

Aertembaga merupakan daerah di Kota Bitung, Sulut, yang merupakan salah satu sentra industri perikanan tuna di Indonesia. Saat ini tercatat 1.074 kapal penangkapan ikan dengan ukuran 1-200 Gross Ton yang melakukan aktvitas penangkapan dan bongkar di pelabuhan perikanan samudera Bitung dan pelabuhan penyanggah di sekitarnya.

Dalam menopang operasional kapal ikan tersebut, lanjutnya, saat ini tercatat 8.000 orang Awak Kapal Perikanan (AKP) yang bekerja di kota Bitung. Selain itu, ada juga AKP asal Bitung yang bekerja di luar daerah seperti Muara Baru Jakarta, Benoa, Bali dan Dobo, Kepulauan Aru, Maluku serta yang bekerja di luar negeri terutama di Taiwan.

"Melihat potret dan kondisi di atas, tak bisa di pungkiri, AKP merupakan profesi dan pilihan pekerjaan bagi sebagian masyarakat kota Bitung. Namun demikian, berdasarkan laporan Fishers Center Bitung, pada tahun 2020 beberapa kasus yang menonjol dan sering dilaporkan AKP adalah pemotongan gaji, gaji yang tidak dibayar, jaminan sosial dan keselamatan kerja," katanya.

Sementara itu, Fasilitator Lapangan DFW Indonesia untuk SAFE Seas Project, Laode Hardiani mengatakan surat edaran tersebut merupakan bentuk terobosan dan inovasi pemerintah kelurahan untuk meminimalisasi, mencegah dan memantau pergerakan warga yang akan bekerja di kapal ikan domestik maupun migran.

"Surat edaran tersebut sebagai bentuk pencegahan kerja paksa dan edukasi warga Bitung yang akan bekerja di industry penangkapan ikan karena memuat ketentuan dan syarat bagi AKP domestik, migran, pemilik kapal dan perusahaan penangkapan ikan domestik dalam melakukan rekruitmen AKP," kata Laode Hardiani

Surat Edaran Lurah Aertembaga Satu No. 09/SE/AGA I/VII/2021 tertanggal 29 Juni 2021 memuat persyaratan awak kapal perikanan yang akan bekerja di kapal ikan domestik.

Persyaratan tersebut antara lain berumur paling sedikit delapan belas tahun dan memiliki kartu identitas diri, sehat jasmani dan rohani sesuai hasil pemeriksaan kesehatan, memiliki buku pelaut, memiliki sertifikat keterampilan, terdaftar sebagai peserta jaminan sosial dan memiliki Perjanjian Kerja Laut.

Sementara untuk AKP migran ketentuan itu ditambahkan syarat harus memiliki paspor dan visa, serta melapor diri ke kantor kelurahan pada saat pemberangkatan dan kembali berlayar.

Lurah Aertembaga Satu, Enggelien Selvia Kojoh mengatakan sangat menyambut baik dan mendukung surat edaran tersebut sebagai bentuk perhatian pemerintah kota Bitung dalam memberikan perlindungan kepada awak kapal perikanan.

"Kelurahan Aertembaga Satu merupakan salah satu kantong dan penyuplai AKP di perusahaan penangkapan ikan di Bitung sehingga kami perlu memberikan proteksi dini bagi mereka," kata Selvia.

Surat edaran ini selanjutnya akan disosialisasikan kepada warga dan pemerintah kelurahan akan membuat pendataan dan menyediakan sistim pendaftaran atau lapor diri bagi AKP yang akan bekerja di kapal ikan domestik dan migran.

Baca juga: DFW: Kenali indikator kerja paksa di dalam sektor perikanan

Baca juga: Plan Indonesia serukan pelindungan awak kapal dari kerja paksa

Baca juga: Tampung pengaduan ABK WNI, Indonesia dirikan Fisher Center

Baca juga: Kerja paksa ABK WNI fenomena puncak gunung es

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021