Ketupat buatan warga Kampung Giri ini mirip dengan ketupat biasanya, dibungkus anyaman daun janur atau daun gebang. Tetapi, jika diteliti, akan ditemui banyak perbedaan, yakni lebih gurih dan lengket ditangan.
Selain itu warnanya pun juga berbeda dengan katupat pada umumnya, bukan putih, melainkan kehijauan. Bahan ketupat peninggalan nenek moyang warga setempat itu bukan beras, melainkan beras ketan yang berkarakter lengket dan gurih.
Bedanya lagi, air untuk memasak ketupat ini bukan air yang lazim untuk memasak. Ketupat umumnya dimasak dengan air sumur biasa atau air isi ulang yang biasanya diperjual belikan.
Namun, ketupat khas Kampung Giri Kedhaton ini dimasak dengan air sumur yang mengandung minyak. Warga setempat biasa menyebut air ketheg atau lanthung karena warnanya kehitaman dan berminyak.
Untuk memasak atau merebus ketupat unik ini tersedia empat sumur yang ada sejak ratusan tahun silam. Dua sumur berada di Desa Sekarkurung, dan satunya berada di Gunung Anyar Kelurahan Ngagersari Kecamatan Kebomas. Airnya sedikit keruh karena memang bercampur dengan minyak.
"Karena itulah, nenek moyang kami hingga turun temurun menamakan ketupat di sini dengan sebutan ketupat ketheg. Airnya bercampur minyak," kata Chamim SP warga Sekarkurung pembuat ketupat ketheg saat ditemui dirumahnya, Rabu.
Menurut Chamim, sumur ketheg ada sejak zaman pemerintahan Giri Kedhaton. Secara turun temurun sumur tersebut dikuasai oleh warga. Tetapi, saat ini salah satu sumur yang berada di Desa Sekarkurung telah ditutup oleh Polwil Surabaya sekitar tahun 2008 yang lalu, sehingga warga sekitar tidak bisa mengambilnya.
"Sekarang warga tidak bisa mengambil air ketheg untuk merendam dan memasak ketupat ketheg. Sekarang mengambilnya agak jauh, di Gunung Anyar tetangga desa kita," ujarnya.
Dikatakanya, meski air untuk memasak terdapat campuran lanthung, dia mengaku belum pernah mendengar ada warga yang keracunan gara-gara makan ketupat ketheg. Juga, belum ada informasi orang sakit karena makan ketupat khas ini.
"Yang ada justru banyak warga luar Giri yang datang ke sini untuk mencicipi," katanya.
Nuriana, warga Desa Sekarkurung lainya, menyebutkan, proses membuat ketupat ketheg tidak ubahnya membuat ketupat biasa. Sebelumnya, harus disiapkan anyaman janur berbentuk ketupat yang kemudian direndam di dalam air sumur ketheg.
Sementara, isi ketupat adonannya seperti biasa. Beras atau beras ketan dicuci dengan air sumur ketheg hingga beberapa kali.
"Setelah selesai, air dibuang. Kemudian, beras ketan dimasukkan ke dalam bungkusan ketupat yang sudah ditiriskan. Selesai membungkus, ketupat siap dimasak dalam air ketheg hingga enam jam," katanya.
Setelah masak, ketupat ditiriskan dan digantung untuk diangin-anginkan agar isinya kesat atau tidak lembek. Karena dicuci, direndam, dan direbus dengan air sumur ketheg, wujud ketupat ketheg tidak sebersih ketupat biasa.
Warnanya kecokelat-cokelatan mirip warna air lanthung di dalam sumur. Soal rasanya, Agus Ismanto, warga Mojokerto, yang memiliki saudara di Sekarkurung, mengatakan jauh lebih enak daripada ketupat biasa.
"Enak, baunya khas dan ada wangi-wanginya. Rasanya juga gurih seperti ada campuran rempah-rempahnya," katanya.
Menurut Ismanto, dimakan langsung pun rasa ketupat ketheg sangat enak. Apalagi, dimakan dengan sayur lodeh dan opor ayam serta sambal goreng ati ayam.
Ketupat ketheg ini tidak hanya jadi suguhan Lebaran yang dikhususkan warga Giri. Tetapi, di hari biasa juga bisa ditemui di lokasi sekitar makam Sunan Giri, karena sudah menjadi ikon warga Giri Kedhaton secara turun temurun dan sekligus jadi home industri makanan ringan.
(T.ANT-163/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010