Yogyakarta (ANTAR News) - Syawalan yang biasa dilakukan masyarakat khususnya Jawa, hanya tradisi saat Idul Fitri, kata Sekretaris Majelis Ulama Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta Ahmad Muhsin Kamaludiningrat.
"Syawalan yang dilakukan masyarakat Jawa dengan saling memaafkan, terutama permohonan maaf dari yang muda kepada yang tua, seperti sungkeman, hanya tradisi. Dalam Islam, saling memaafkan dan bersilaturahmi dapat dilakukan kapan saja, tanpa harus menunggu Idul Fitri," katanya, di Yogyakarta, Minggu.
Ia mengatakan Syawal adalah salah satu nama bulan dalam kalender Qomariah atau kalender Islam. "Jika masyarakat memaknai Idul Fitri dengan sungkeman dan menyebutnya syawalan, itu karena momentum tersebut jatuh pada bulan Syawal," katanya.
Ahmad Muhsin mengatakan dalam tuntunan Islam ada dua hal yag harus dilakukan umat Muslim pada 1 Syawal, yakni hanya melakukan shalat Ied dan mendoakan sesama umat muslim agar kembali kepada kesucian atau fitri, sehingga terlahir kembali jiwa yang baru.
"Shalat Ied merupakan tanda diakhirinya puasa Ramadhan, dan setelah itu dilanjutkan dengan doa memohon kepada Allah SWT agar semua amal kita diterima, serta meraih kemenangan dan kembali Fitri," katanya.
Menurut dia, karena syawalan yang selama ini dilakukan umat Muslim di tanah air ternyata positif dan membawa kebaikan, maka tradisi tersebut tidak dilarang.
Ia menilai syawalan di beberapa daerah terutama di Pulau Jawa berlangsung semarak, dan baik untuk dikembangkan. "Manfaatnya besar, serta memperkokoh jalinan silaturahmi antarwarga masyarakat," katanya.
(ANT/A038)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010