Dari pantauan ANTARA, sekitar seribu orang penganut Aboge di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Banyumas, menggelar Shalat Id di Masjid Saka Tunggal Baitussalam desa setempat yang dipimpin Sopani (imam).
Mereka tampak antusias dan tetap khusuk dalam melaksanakan Shalat Id, meskipun pemerintah telah menetapkan 1 Syawal 1431 H pada Jumat (10/9).
Dalam shalat tersebut, imam, khatib, dan bilal mengenakan jubah warna putih dan ikat kepala "wulung".
Bahkan dalam menyampaikan khutbah pertama dalam Bahasa Arab, khatib Sulam berada di balik tirai dan saat khutbah kedua tirai tersebut dibuka setengah.
Khutbah tersebut berisi ajakan kepada para jamaah untuk melaksanakan "ukhuwah islamiyah".
Usai melaksanakan shalat, seluruh jamaah Shalat Id menggelar silaturahmi dengan cara bersalam-salaman mengelilingi halaman sekitar masjid yang diakhiri dengan kenduri.
Makanan yang disajikan dalam kenduri tersebut dibawa sendiri oleh para jamaah.
Ketika ditemui usai shalat, salah satu tokoh Islam Aboge yang juga khatib dalam Shalat Id, Sulam mengatakan, hingga kini masyarkat setempat belum mengetahui secara pasti kapan dan dari mana ajaran tersebut berkembang di wilayah ini.
Menurut dia, masyarakat hanya mengetahui ajaran Islam Aboge dibawa masuk ke Cikakak oleh almarhum Eyang Mustolih.
"Kami tidak tahu pasti kapan masuknya. Di `saka` (tiang penyangga, red.) masjid memang tertulis `1288`, tapi hingga saat ini belum diketahui apakah angka tersebut tahun Hijriah, Saka, atau Masehi," paparnya.
Kendati demikian, dia mengakui adanya keterkaitan antara Banyumas dengan Kerajaan Pajang yang diyakini sebagai pusat penyebaran ajaran Islam Aboge.
Seperti diketahui, di Kabupaten Banyumas terdapat ratusan penganut Islam Aboge yang tersebar di sejumlah desa, antara lain Desa Cibangkong (Kecamatan Pekuncen), Desa Kracak (Ajibarang), Desa Cikakak (Wangon), dan Desa Tambaknegara (Rawalo).
Selain itu, di Desa Onje, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga, juga terdapat ratusan penganut Islam Aboge.
Penganut Islam Aboge atau Alip-Rebo-Wage (A-bo-ge) merupakan pengikut aliran yang diajarkan Raden Rasid Sayid Kuning.
Penghitungan yang dipakai aliran Aboge telah digunakan para Wali sejak abad XIV dan disebarluaskan oleh ulama Raden Rasid Sayid Kuning dari Pajang.
Penghitungan ini merupakan gabungan perhitungan dalam satu windu dengan jumlah hari dan jumlah pasaran hari berdasarkan penghitungan Jawa yakni Pon, Wage, Kliwon, Manis (Legi), dan Pahing.
Dalam kurun waktu delapan tahun atau satu windu terdiri tahun Alif, Ha, Jim, Awal, Za, Dal, Ba, Wawu, dan Jim akhir serta dalam satu tahun terdiri 12 bulan dan satu bulan terdiri atas 29-30 hari.
Dengan demikian, perhitungan tersebut dijadikan dasar penentuan tanggal 1 Syawal oleh kaum Islam Aboge.
Dalam hal ini, kaum Aboge meyakini tahun 1431 H sebagai tahun Dal, sehingga tanggal 1 Muharam-nya jatuh pada hari Sabtu dengan hari pasarannya Legi atau Dal-Tu-Gi (tahun Dal hari pertamanya Sabtu Legi, red.).
Hari pertama tahun baru tersebut (1 Muharam) selanjutnya dijadikan patokan untuk melakukan perhitungan hari, termasuk mengetahui awal puasa Ramadhan dan 1 Syawal.
Dengan demikian, berdasarkan perhitungan yang menyebutkan bulan, hitungan hari, dan hitungan pasaran yang diturunkan dari Dal-Tu-Gi tersebut, dapat diketahui 1 Syawal 1431 H jatuh pada hitungan Wal-Ji-Ro.
Hitungan Wal-Ji-Ro atau Syawal-Siji-Loro ini mengandung arti hari pertama bulan Syawal jatuh pada hari pasaran kedua yang diturunkan dari Sabtu Legi (1 Muharam pada tahun Dal) sehingga diketahui 1 Syawal 1431 H jatuh pada Sabtu Legi atau 11 September 2010.
(KR-SMT/C004)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010