New York (ANTARA) - Misi penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa secara global sedang mempersiapkan kemungkinan penutupan pada Kamis (1/7) jika Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 orang tidak dapat menyetujui anggaran baru.
Anggaran baru itu berjumlah enam miliar dolar AS (sekitar Rp86 triliun) untuk tahun ini hingga 30 Juni 2022, kata pejabat dan diplomat, Senin (28/6).
Beberapa diplomat menyalahkan perubahan pada prosedur negosiasi, masalah-masalah dengan logistik dan pembicaraan alot --yang mengadu China dengan negara-negara Barat-- atas keterlambatan dalam mencapai kesepakatan.
Catherine Pollard, kepala strategi manajemen, kebijakan dan kepatuhan PBB, mengatakan 12 misi penjaga perdamaian badan dunia itu - sebagian besar di Afrika dan Timur Tengah- telah disarankan untuk mulai menempatkan rencana darurat jika anggaran baru tidak disahkan pada waktunya.
"Pada saat yang sama, kami tetap berharap dan yakin bahwa negara-negara anggota akan menyelesaikan negosiasi mereka," kata Pollard kepada wartawan.
Dia mengatakan bahwa jika tenggat waktu 30 Juni terlewati, Sekretaris Jenderal Antonio Guterres hanya dapat menggunakan dana untuk melindungi aset-aset PBB dan memastikan pelindungan staf dan penjaga perdamaian.
Kepala penjaga perdamaian PBB Jean-Pierre Lacroix mengatakan misi akan sangat terbatas dan tidak dapat melakukan tindakan seperti melindungi warga sipil, membantu mengatasi COVID-19, dan mendukung upaya dan mediasi politik.
Amerika Serikat adalah kontributor yang dinilai terbesar untuk anggaran pemeliharaan perdamaian, menyumbang sekitar 28 persen, diikuti oleh China dengan 15,2 persen dan Jepang dengan 8,5 persen.
Sumber: Reuters
Baca juga: Misi penjaga perdamaian Uni Afrika di Darfur berakhir pada 31 Desember
Baca juga: Empat penjaga perdamaian PBB tewas dalam serangan di Mali
Baca juga: PBB sahkan resolusi gagasan Indonesia soal misi perdamaian
Wanita TNI sebar perdamaian di Kongo melalui edukasi dan permainan
Penerjemah: Mulyo Sunyoto
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2021