Assalaamualaikum wr wb
Pak Kyai, saya pernah mendengar dari salah seorang ustad, bahwa menggunakan qiyas pada ibadah mahdlah itu dilarang. Karena zakat termasuk ibadah mahdlah, maka qiyas tidak boleh, sehingga menurut ustad tersebut istilah zakat penghasilan termasuk bid’ah. Apa betul Pak?
Rahman,
Tasikmalaya
Waalaikumsalaam wr wb
Pak Rahman, dalam menentukan harta objek zakat, para ulama bersepakat untuk menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan tafshili (terurai) dan pendekatan ijmali (global).
Dalam pendekatan yang pertama, disebutkan sejumlah harta objek zakat secara eksplisit, seperti emas dan perak, perdagangan dan peternakan, dalam berbagai nash yang ada.
Namun demikian, karena keumuman nash-nash yang ada tersebut, seperti pada QS 9:103, maka harta objek zakat dapat diperlebar sesuai dengan kondisi perekonomian.
Sehingga, dengan pendekatan ijmali ini, sejumlah profesi seperti konsultan, pengacara dan dokter bedah jantung, menjadi terkena kewajiban zakat apabila mereka telah memenuhi persyaratan.
Qiyas pada zakat boleh dilakukan. Contohnya zakat fitrah dengan beras. Jika menilik landasan haditsnya, zakat itu dikenakan dari kurma dan gandum sebesar 1 sha’.
Para ulama kemudian mengqiyaskan kurma dan gandum ini sebagai bahan kebutuhan pokok, sehingga membayar zakat fitrah dengan beras pun menjadi boleh.
Wallahu a’lam.
Editor: Imansyah
Copyright © ANTARA 2010