Pemerintah sebaiknya menunda belanja yang tidak mendesak termasuk belanja untuk pembangunan infrastruktur
Jakarta (ANTARA) - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira meminta pemerintah lebih berhati-hati dengan memperhatikan dua aspek sebelum menerbitkan utang terutama pada masa krisis pandemi COVID-19.
"Sebelum menerbitkan utang baru sebaiknya pemerintah lebih berhati-hati dan ada dua hal hati-hatinya," katanya kepada Antara di Jakarta, Sabtu.
Aspek pertama adalah utang memiliki konsekuensi terhadap beban bunga yang meningkat, sementara sekarang 86 persen porsi utang pemerintah dalam bentuk surat utang atau surat berharga yang bunganya lebih tinggi dari pinjaman.
Aspek kedua yang harus diperhatikan adalah tujuan dari penggunaan utang yaitu antara belanja yang mendesak seperti penanganan pandemi dan perlindungan sosial atau belanja yang dapat ditunda seperti belanja infrastruktur.
Bhima pun menyarankan pemerintah sebaiknya menunda belanja yang tidak mendesak termasuk belanja untuk pembangunan infrastruktur.
"Sebaiknya, utang yang digunakan untuk infrastruktur atau moratorium itu bisa ditunda dulu," ujarnya.
Ia menambahkan salah satu risiko penerbitan utang adalah crowding of effect yang artinya pemerintah melebarkan defisit seperti tahun ini hingga 5,7 persen dengan solusi menerbitkan utang untuk menutup defisit.
Bhima mengingatkan utang tersebut akan menyedot likuiditas dalam negeri dan akan mengganggu jalannya investasi untuk naik lebih tinggi.
"Itu akan menghambat pemulihan di sektor riil dan dunia usaha," tegasnya.
Baca juga: Ekonom sebut lima kunci kendalikan utang pemerintah
Baca juga: Ekonom: Utang pemerintah naik, tapi tidak akan sampai gagal bayar
Baca juga: Bank Dunia setuju danai 500 juta dolar program tanggap COVID Indonesia
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021