Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) belum lama ini mengungkap bahwa jumlah kasus COVID-19 pada anak di Indonesia sekitar 11-12 persen dari total kasus. Jumlah ini termasuk yang tertinggi di duniaJakarta (ANTARA) - Fakta tentang ribuan anak terpapar COVID-19 mestinya semakin membangun kesadaran semua orang bahwa pandemi COVID-19 masih menjadi bagian tidak terpisahkan dari dinamika kehidupan sehari-hari.
Bukti sudah lebih dari cukup, sehingga ketaatan pada protokol kesehatan (prokes) tidak boleh lagi diperdebatkan.
Lonjakan jumlah kasus atau pasien COVID-19 saat ini tidak mengejutkan karena "predictable". Sudah diperkirakan beberapa pekan sebelum libur panjang merayakan hari besar keagamaan.
Perkiraan itu mengacu pada meningkatnya mobilitas atau aktivitas mudik sebagian masyarakat saat itu. Namun, yang membuat situasi terasa semakin kelam adalah fakta tentang ribuan anak terpapar COVID-19.
Fakta ini hendaknya mendorong para orang tua untuk semakin peduli pada ancaman COVID-19, dan tentu saja lebih melindungi anak-anak agar tidak terinfeksi.
Virus Corona atau SARS-CoV-2 yang terus bermutasi kini telah juga menghadirkan ancaman terhadap anak dan remaja. Mutasi virus dipahami sebagai perubahan materi genetik virus.
Perubahan itu kemudian memengaruhi cara kerja virus. Jadi, kalau pada awal pandemi diasumsikan bahwa SARS-CoV-2 tidak menghadirkan acaman serius bagi orang muda dan anak-anak, ceritanya kini menjadi lain setelah virus ini diketahui terus bermutasi.
Kini, masyarakat mengenal beberapa varian dari virus corona setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyeragamkan penyebutannya.
Setelah lebih dari setahun mewabah, kini sedikitnya ada 10 varian virus corona SARS-CoV-2 yang mewabah di berbagai belahan dunia. Ada varian Alpha yang terdeteksi pertama kali di Inggris.
Kemudian Varian Beta dari Afrika Selatan yang terdeteksi pertama kali di Teluk Nelson Mandela pada Oktober 2020.
Varian Gamma, sebelumnya disebut P.1, terdeteksi di Brasil. Lalu Varian Delta dari India; Varian Epsilon yang ditemukan di California, Amerika Serikat (AS); Varian Zeta juga dari Brasil; Varian Eta yang juga terdeteksi di Inggris; Varian Theta yang ditemukan di Filipina, Varian Iota yang terdeteksi di New York, AS dan Varian Kappa yang juga ditemukan di India
Sebagaimana dilaporkan Kementerian Kesehatan (kemenkes), beberapa varian virus tadi sudah terdeteksi di dalam negeri dan menginfeksi sejumlah orang, termasuk Varian Delta.
Bahkan, Kemenkes sudah mengingatkan bahwa Varian Delta atau B1617 dari India cenderung menyerang kelompok anak dan remaja hingga usia 18 tahun.
Di Jakarta, catatan resmi pada Kamis (24/6) melaporkan bahwa dari 7.505 kasus baru COVID-19, sebanyak 1.112 orang di antaranya adalah pasien anak di bawah 18 tahun. Tidak hanya di Jakarta, pemerintah Kabupaten Cianjur di Jawa Barat juga melaporkan bahwa sejak awal pandemi, jumlah anak yang terpapar virus ini mencapai 1.081 orang.
Dari Kepulauan Bangka Belitung, pihak berwenang setempat juga melaporkan bahwa jumlah anak yang terkonfirmasi positif Covid-19 hingga 13 Juni 2021 mencapai jumlah 2.517 anak.
Fakta ini sangat memrihatinkan, namun patut dikedepankan sebagai contoh kasus, agar para orang tua di daerah lain juga waspada serta pro aktif melindungi anak-anak.
Selain mengacu pada contoh kasus tersebut, pernyataan para dokter juga patut digarisbawahi para orang tua.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) belum lama ini mengungkap bahwa jumlah kasus COVID-19 pada anak di Indonesia sekitar 11-12 persen dari total kasus. Jumlah ini termasuk yang tertinggi di dunia.
Baca juga: Kak Seto prihatin pada jumlah kematian anak akibat COVID-19
Baca juga: Istri dan anak Wali Kota Malang juga terkonfirmasi positif COVID-19
Ada juga fakta lain yang relevan untuk dipahami semua keluarga. Jumlah pasien anak di Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet cenderung meningkat. Komandan Lapangan RSDC Wisma Atlet Letkol (Laut) M Arifin mengatakan jumlah pasien anak mencapai 10 persen dari total pasien yang dirawat di RSDC Wisma Atlet.
Kelompok orang tua yang tidak patuh prokes dan tidak percaya akan virus Corona yang sedang mewabah dituding sebagai penyebab terpaparnya anak-anak.
Kalau penularan COVID-19 sudah menyasar anak, para orang tua hendaknya semakin realistis terhadap ancaman wabah ini. Ancaman ini nyata.
Maka, bukan hanya orang tua yang wajib taat prokes, melainkan juga anak-anak. Orang tua harus semakin pro aktif melindungi, mengingat perilaku anak dan remaja yang dinamis menyebabkan mereka sering lalai pada urgensi prokes.
Sudah terbukti bahwa virus SARS-CoV-2 dengan semua varian-nya masih terus mengintai dan bisa menginfeksi semua usia, termasuk anak Balita. Kendati sebagian masyarakat sudah menerima vaksin corona, durasi pandemi sekarang ini belum bisa dihitung, terutama karena varian baru virus ini terus bermunculan.
Kekebalan komunal (herd immunity) belum bisa terwujud dalam jangka dekat karena keterbatasan jumlah vaksin.
Dengan begitu, virus corona masih akan ada di sela-sela kehidupan bersama. Kapan virus ini akan melemah atau menghilang, belum ada yang bisa memperkirakannya. Maka, demi keselamatan semua anggota keluarga, kepatuhan pada Prokes adalah mutlak dan jangan lagi ditawar-tawar.
Ketika pandemi sekarang ini memasuki gelombang II di dalam negeri, masalah yang mengemuka terlihat makin kompleks. Kini, perhatian tak hanya fokus pada lonjakan jumlah kasus baru, tetapi juga pada fakta terpaparnya ribuan anak dan remaja.
Masalah lain yang juga mulai mencemaskan adalah kapasitas atau tingkat keterisian rumah sakit rujukan yang hampir penuh, alat-alat penunjang kesehatan yang jumlahnya makin menipis akibat lonjakan jumlah pasien, hingga menurunnya kemampuan dokter dan para tenaga medis memberi pelayanan akibat kelelahan.
Agar perkembangan pandemi di dalam negeri tidak semakin memburuk, kepatuhan pada Prokes menjadi satu-satunya strategi dan pilihan yang harus dijalankan oleh semua orang, baik dewasa, remaja maupun anak-anak. Dan, kepatuhan pada Prokes itu harus dimulai dari dalam keluarga masing-masing.
Baca juga: IDAI catat 1.831 anak di Aceh positif COVID-19, 21 meninggal dunia
Baca juga: Varian baru COVID-19 Inggris mungkin lebih dapat menginfeksi anak-anak
Baca juga: Malaysia peringatkan peningkatan kematian, kasus COVID-19 pada anak
Baca juga: IDAI minta pemerintah libatkan pakar tangani COVID-19 pada anak
*) Bambang Soesatyo adalah Ketua MPR RI, dan Mahasiswa S3 Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran.
Copyright © ANTARA 2021