Sekarang ini sudah banyak orang yang terlibat dalam kegiatan social entrepreneurship (SE). Di antara mereka, bahkan ada yang telah menjadikan kegiatan tersebut sebagai jalan hidup (way of life).
Padahal jika dilihat masa-masa sebelumnya, orang berminat untuk melirik kegiatan ini masih sangat jarang, begitu juga memikirkannya, apalagi sampai menjadikannya sebagai jalan hidup, bisa jadi malah dikatakan hal aneh dan ditertawakan oleh sebagian pihak.
Pada masa itu social entrepreneurship masih dilihat sebelah mata bahkan dicibirkan oleh orang-orang tertentu. SE dianggap sebuah aktivitas yang hanya dilakukan orang-orang yang tidak memiliki banyak pilihan.
Bahkan ada juga yang berangkat dari sebuah keterpaksaan. Sehingga acapkali memunculkan sikap inferior bagi mereka yang terjun di bidang ini.
Namun kini, anggapan tersebut menjadi terbalik, social entrepreneurship pelan-pelan namun pasti, seiring berjalannya waktu, menjadi sebuah trend tersendiri.
Yang lebih mengagetkan lagi, social entrepreneurship kini mengalami pergeseran secara siginifikan. Ia tidak lagi dipandang sebelah mata. SE malah menjadi pilihan utama, bahkan menjadi tumpuan karir seseorang dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup sebagian masyarakat.
Dengan kata lain social entrepreneurship, nantinya bisa dijadikan sebagai tulang punggung perekonomian bagi mereka yang concern secara konsisten di bidang ini.
Social entrepreneurship telah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi semua orang agar memiliki arti dan peran dalam kehidupan.
Kegiatan ini juga diharapkan sebagai tulang punggung dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga, masyarakat, termasuk pula melakukan artikulasi sebaik-baiknya di tengah-tengah masyarakat.
Lebih jauh lagi, social entrepreneurship telah melampaui dimensi konvensional yang selama ini dipahami sebagai aktivitas yang sangat terbatas dan sangat sempit.
Beberapa waktu tahun terakhir, para praktisi di bidang social entrepreneurship telah banyak memberikan inspirasi kepada masyarakat luas. Seakan-akan para praktisi itu menyebutkan bahwa bidang ini sangat menjanjikan dan prestisius. Tak kalah hebat dengan profesi di bidang-bidang lainnya. Jika dikalkulasi soal popularitas, bidang ini mampu mendongkrak seseorang menjadi terkenal.
Sudah banyak orang yang berhasil mencatatkan diri sebagai orang-orang ‘hebat dan terkenal’ dengan mengawali karir dan berprestasi di bidang social entrepreneurship ini.
Output, atau orang-orang yang dilahirkan dari bidang ini, popularitasnya mampu menyamai mereka yang berprofesi sebagai pengusaha, ilmuwan dan bidang-bidang lainnya yang selama ini sudah merupakan lazimnya jalan untuk menapaki karir yang gemilang.
Melihat fenomena yang demikian itu, penulis sangat yakin, bahwa lima hingga sepuluh tahun yang akan datang, social entrepreneurship akan menjadi pilihan secara serius baik oleh orang-orang-nya maupun peran yang dilakukan oleh organisasinya.
Jika selama ini mahasiswa membayangkan dirinya kelak bercita-cita bekerja di perusahaan-perusahaan ternama atau mengantri menjadi PNS sebagai tujuan, kelak jika setelah menyelesaikan studi, penulis sangat optimis bahwa, pada saat social entrepreneurship telah berkembang pesat dan menjadi kuat, maka lembaga-lembaga social entrepreneurship akan menjadi salah satu pilihan utama pelabuhan mereka para fresh graduate yang ingin mengembangkan karir secara serius.
Pergulatan wacana untuk menjadi seseorang yang ahli bidang social entrepreneurship pada saatnya nanti, akan merembes menjadi bahan diskusi hingga di kalangan remaja.
Penulis yakin bahwa generasi mendatang akan memimpikan bisa masuk ke dalam kegiatan dan terjun di bidang social entrepreneurship sebagai pilihan pertama setelah mereka lulus kuliah.
Munculnya Mohammad Yunus dengan bendera Grameen Bank adalah fenomena yang telah dicatat oleh sejarah dunia. Bank yang selama itu bertujuan bisnis an sich, melalui tangan dingin sang profesor, maka dikawinkanlah konsep bank itu dengan konsep sosial. Kombinasi kedua model tersebut sekaligus dikhidmatkan untuk melayani orang-orang yang tidak mampu.
Dalam konsepnya yang telah dijalankan bertahun-tahun, Yunus menghindari mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Yang ia buru adalah manfaat sosial seluas-luasnya. Keuntungan yang ia kejar semata bertujuan untuk menjaga kontinuitas agar bank tersebut tetap berjalan.
Dengan konsep Yunus yang penulis anggap sebagai perwujudan konsep social entrepreneurship, ia telah berhasil banyak membantu masyarakat yang selama ini marginal menjadi komunitas yang berdaya dan mampu bersaing. Konsep itu pula yang akhirnya menghantarkan Yunus meraih hadiah Nobel pada tahun 2006.
Melalui keberhasilan itu, Yunus mampu menarik mata dunia bahwa social entrepreneurship ternyata tak kalah hebat dibanding dengan bidang-bidang lainnya.
Dengan demikian konsep ini merupakan bagian yang patut dikembangkan secara lebih serius dan disebarluaskan secara kontinyu.
Selain Yunus, masih banyak lagi tokoh-tokoh dunia di bidang ini, kini mulai bermunculan. Di level nasional sendiri semangat social entrepreneurship sudah lama muncul.
Nama-nama seperti Bambang Ismawan –founder dari Bina Swadaya, Imam Pituduh dari Pekerti, serta Erie Sudewo –pendiri Dompet Dhuafa, adalah beberapa personil di antaranya.
Selain tiga orang tersebut, kami yakin masih banyak pelaku-pelaku lain di bidang social entrepreneurship yang belum terdeteksi oleh media padahal mereka memiliki kiprah tak kalah hebat dengan tokoh-tokoh yang ada saat ini. (***)
*) Direktur Eksekutif Dompet Dhuafa
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010