Kami sedang mempersiapkan satu super aplikasi JPHub atau jaringan pariwisata hub, yang diharapkan menjadi aplikasi super dalam mendorong dan mendukung digitalisasi pariwisata

Kupang (ANTARA) - Pantulan sinar surya itu menembus sela-sela pohon bambu berduri, biasa disebut masyarakat setempat dengan To'e, yang tumbuh rapat di sepanjang jalan setapak, menghadirkan kesan kagum wisatawan dalam perjalanan menuju Goa Batu Cermin.

Goa Batu Cermin, yang berlokasi sekitar 20 menit dari pusat kota Labuan Bajo, ibu kota Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ini menjadi salah satu obyek wisata yang ditata pemerintah pusat dalam mendukung Labuan Bajo sebagai destinasi pariwisata super premium.

Penataan Goa Batu Cermin yang masuk dalam program pembangunan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Labuan Bajo itu dilakukan melalui pembangunan sejumlah fasilitas seperti kantor pengelola, loket, kafetaria, area parkir, auditorium, pusat informasi, jalur treking, dan toilet.

Selain itu, ada pembangunan amfiteater dan rumah budaya untuk mendukung kegiatan seni dan budaya lokal di area Goa Batu Cermin.

Tidak sampai 10 menit berjalan menyusuri jalan setapak yang dipenuhi pohon bambu berduri itu, para pengunjung diarahkan oleh pemandu untuk mengunjungi terlebih dahulu obyek wisata Batu Payung yang terletak di sisi kiri jalan dengan berjalan sekitar kurang lebih tiga menit.

Selepas mengunjungi Batu Payung, para pengunjung kembali menyusuri jalan setapak sekira 100 meter menuju Goa Batu Cermin.

Goa Batu Cermin berada di dalam batuan kapur yang berdiri tegak, menjulang tinggi hingga 75 meter dengan lebar sekitar 300 meter persegi.
Baca juga: Merawat Labuan Bajo menuju destinasi wisata premium


Sail Komodo

Goa yang berada dalam kawasan sekitar 19 hektare ini sesungguhnya telah dibuka dan dijadikan sebagai kawasan wisata bagi masyarakat lokal sejak tahun 1985.

Saat itu, tidak ada pungutan apapun bagi setiap warga lokal ataupun wisatawan yang mengunjungi kawasan itu pada hari libur maupun hari-hari biasa.

Namun sejak tahun 1990, pemerintah daerah mulai menetapkan tarif masuk ke kawasan itu sebesar Rp2.000/orang.

Obyek wisata ini pun semakin dikenal wisatawan nusantara maupun mancanegara ketika Pemerintah Indonesia menggelar Sail Komodo di Labuan Bajo, ujung barat Pulau Flores, pada tahun 2013.

Sejak itu pula, setiap hari rata-rata lebih dari 100 orang wisatawan mengunjungi area wisata Goa Batu Cermin.
Baca juga: Menkominfo optimis pariwisata Labuan Bajo akan terjadi lompatan

Menteri Komunikasi dan Informati Jhonny G Plate berada di sekitar Batu Payung, sekitar 100 meter dari Goa Batu Cermin. (ANTARA/Bernadus Tokan)

Bahkan kini untuk mengunjungi obyek wisata Goa Batu Cermin, para pengunjung sudah dapat memesan tiket secara daring. Kode pemesanan kemudian diserahkan kepada petugas di loket dan dibayarkan melalui uang digital.

"Kami sedang mempersiapkan satu super aplikasi JPHub atau jaringan pariwisata hub, yang kita harapkan menjadi aplikasi super dalam mendorong dan mendukung digitalisasi pariwisata," kata Menteri Komunikasi dan Informatika Jhonny G. Plate.

"Khusus di Labuan Bajo ini didukung betul, baik oleh ekosistem ada Telkom, Bhakti dan pembayarannya didukung Bank Indonesia melalui QRIS," katanya usai meresmikan penggunakan karcis daring masuk di kawasan wisata Goa Batu Cermin.

Menkominfo menginginkan agar Goa Batu Cermin dipersiapkan untuk mendukung kegiatan berskala internasional seperti Kongres Polwan dunia pada September 2021 maupun KTT G20 pada tahun 2022.

Jhonny Plate juga meminta PT Telkom agar menyediakan akses jaringan 5G di lokasi wisata dengan cara BTS mobile untuk memudahkan para wisatawan dalam memanfaatkan pembayaran secara daring.
Baca juga: Menkominfo: Labuan Bajo dipersiapkan untuk pre-event pertemuan G20

Sejarah

Goa Batu Cermin ini pernah diteliti oleh seorang misionaris yang juga arkeolog dari Belanda, Theodore Verhoven, tahun 1951.

Dari temuan tersebut, Theodore Verhoven berpendapat bahwa Pulau Flores dulunya adalah dasar laut, berdasarkan temuan koral serta fosil satwa laut yang menempel di dinding goa, ungkap Ketua Destinasi Wisata Goa Batu Cermin Jhon Sunggan.

Jhon Sunggan juga memperlihatkan dinding dan langit-langit goa yang berisi fosil ikan, kura-kura, dan terumbu karang. Ini menjadi salah satu daya tarik goa yang selalu dipamerkan kepada wisatawan yang mengunjungi obyek wisata itu.

Tidak hanya fosil yang menjadi daya pikat wisatawan, tetapi ada daya tarik lainnya yakni stalaktit yang menghunjam dari langit goa, serta stalagmit yang mencuat dari lantai goa.

Stalaktit adalah jenis speleothem yang menggantung dari langit-langit gua. Ia termasuk batu tetes, terbentuk dari pengendapan kalsium karbonat dan mineral lainnya yang terendapkan pada larutan mineral.

Menteri Komunikasi dan Informati Jhonny G Plate melambaikan tangan saat keluar dari Goa Batu Cermin pada Jumat, (18/06/2021) (ANTARA/Bernadus Tokan)

Sedangkan stalakmit adalah pembentukan goa secara vertikal. Stalakmit terbentuk dari kumpulan kalsit yang berasal dari air yang menetes (Wikipedia).

Ketika wisatawan dibawa lebih jauh ke dalam goa, mereka akan mendapati ruang sempit dengan lubang di langit goa. Saat siang hari, cahaya matahari menerobos masuk melalui lubang-lubang pada goa.

Cahaya yang memantul di dinding goa kemudian memantul kembali ke area lain dalam goa sehingga batu goa berperan bak cermin. Refleksi cahaya pun membuat permukaan batu mengkilat, bahkan berwarna keemasan hingga kehijauan.

Fenomena alam itu yang membuat warga setempat menyebutnya sebagai Goa Batu Cermin, katanya.

Kini kawasan masuk ke Goa Batu Cermin telah didandani dengan berbagai fasilitas penunjang untuk memanjakan wisatawan yang ingin menikmati keindahan alam di timur kota Labuan Bajo itu.

Baca juga: Menko Luhut minta Pemda NTT siapkan betul Labuan Bajo untuk KTT G20
Baca juga: Menkominfo: Teknologi digital dorong kemajuan industri wisata dan UMKM

Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2021