Jakarta (ANTARA) - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan penyakit vitiligo bukanlah penyakit yang berbahaya namun dia mengingatkan bahwa pasien rentan depresi oleh sebab itu masyarakat harus mendukung pasien agar bisa tetap hidup aktif secara sosial.
"Prevalensi global vitiligo yaitu sekitar 0,5 persen sampai dua persen, ini bukan penyakit berbahaya tapi memberi dampak emosional yang membahayakan," kata Menkes Budi Gunadi dalam webinar perayaan Hari Vitiligo Dunia ke-11 tahun 2021 yang digelar oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) pada Jumat.
Kolaborasi multidisiplin mulai dari dokter kulit hingga dukungan keluarga, kata Menkes, bisa mengoptimalkan perawatan pasien vitiligo.
"Kuncinya bagi pasien adalah penerimaan diri. Ingat warna kulit kita tidak menentukan kecantikan kita. Jadi beda itu cantik," katanya.
Baca juga: Puasa untuk pengidap kanker bisa kurangi peradangan
Vitiligo merupakan suatu penyakit depigmentasi didapat pada kulit, membran mukosa, dan rambut yang memiliki karakteristik lesi khas berupa makula berwarna putih susu (depigmentasi) dengan batas jelas dan bertambah besar secara progresif akibat hilangnya melanosit fungsional.
Terjadinya vitiligo disebabkan oleh matinya sel melanosit yang bertugas memproduksi warna pada kulit.
Penyebab matinya sel tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti genetik atau keturunan, penyakit autoimun, dan faktor eksternal seperti terbakar sinar Matahari, atau bahan kimia. Pada kasus vitiligo, bila gejala awal dapat terdeteksi dan segera mendapatkan penanganan yang tepat, penyakit ini dapat dicegah untuk berkembang pada tubuh penderita.
Prevalensi global Vitiligo yaitu sekitar 0,5 persen sampai 2 persen tidak berbeda dengan prevalensi di Indonesia.
Populasi laki-laki dan perempuan yang mengalami penyakit ini seimbang, namun pada pasien perempuan dan kasus vitiligo pada anak masalah psikososial lebih terlihat dan menjadi masalah.
Baca juga: Tatalaksana penanganan penderita Hemofilia A
Dalam acara "11th Annual World Vitiligo Day 2021 Celebration" yang mengangkat tema "Embracing life with Vitiligo", sejumlah dokter, psikolog, dan semua pasien serta keluarga dan masyarakat yang peduli terhadap penyakit kulit vitiligo hadir.
Dr. Srie Prihianti Gondokaryono, SpKK(K), PhD, FINSDV, FAADV selaku Honorary President of WVD 2021 menyampaikan terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah penyelenggaraan World Vitiligo Day Sedunia tahun ini merupakan suatu kehormatan yang luar biasa.
"Kegiatan ini dapat memberikan fokus perhatian terhadap situasi dan tantangan vitiligo di Indonesia dari semua pihak terkait secara nasional maupun internasional baik secara ilmiah maupun sosial. Kesempatan ini juga digunakan untuk membangun VitiHOPE suatu wadah support group untuk pasien vitiligo di Indonesia. Diharapkan kesempatan ini bisa menjadi awal kolaborasi jangka panjang dengan berbagai organisasi di dalam maupun luar negeri demi meningkatkan kualitas hidup pasien-pasien vitiligo di Indonesia," kata dia.
Baca juga: Menu sahur jus khusus untuk penderita maag hingga autoimun
Sementara itu DR. dr Reiva Farah Dwiyana, SpKK(K), PhD, FINSDV, FAADV Pengurus PERDOSKI, dan staf pengajar di Departemen Dermatologi dan Venereologi FK UNPAD menyatakan bahwa salah satu kampanye yang akan digelorakan kepada pasien-pasien vitiligo agar tetap optimis adalah: “DARE TO BARE” atau berani untuk menunjukkan Vitiligonya, bukan ditutupi dengan makeup atau baju.
"Suatu langkah yang kontroversial karena dalam menerima kenyataan Vitiligo sangat sulit, apalagi bila menunjukkannya. Tetapi dengan acceptance dan embrace Vitiligo dengan penuh ikhlas, akan menumbuhkan rasa percaya diri untuk terus berusaha, beriktiar secara medis, psikologis, dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, sehingga tumbuh rasa self-love, menerima kondisi tubuh apa adanya dan berteman dengan Vitiligo, sehingga diharapkan para pasien akan lebih produktif, sehat jasmani, dan terjadi repigmentasi spontan akibat menurunnya kadar oksidan di dalam tubuh."
"Selain itu akan dibahas pula hal-hal yang dapat dilakukan oleh keluarga dan lingkungan dalam memberikan dukungan untuk pasien Vitiligo. Intinya adalah mengajak pasien tidak malu dan menutupi lesi Vitiligonya, mencari pengobatan terbaik, dan tetap berkualitas dalam mengisi kehidupan," katanya.
Psikolog klinis dan staf pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Sali Rahadi Asih MSi, MGPCC, PhD, menyampaikan bahwa vitiligo adalah penyakit kronis yang dapat membawa dampak bagi kondisi mental pasien dan juga orang-orang terdekat. Rasa malu, cemas, bahkan depresi tidak luput dirasakan oleh pasien Vitiligo dan anggota keluarganya.
Baca juga: Peringati Hari Vitiligo keluarga pasien bentuk Viti-Hope
Baca juga: Jumlah penderita hipertensi makin tinggi, ini cara pengendaliannya
Baca juga: Penanganan yang tepat untuk penderita gejala sinusitis
Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2021