Menurut Luky, Rumah sustainable fisheries harus dibangun by design dengan memastikan bahwa Indonesia dapat mengawal tata kelola data perikanan, karena data perikanan adalah roh masa depan bagi pengelolaan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
“Selain itu, penting menjadikan ini sebagai bagian dari pusat riset dan ilmu pengetahuan. Sehingga, harus dibangun secara sistematik,” ujar mantan Dekan FPIK IPB University ini dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Jumat.
Lucky mengumpulkan berbagai pihak dalam merancang Rumah sustainable fisheries, di antaranya Lany Danusaputro dari Intan Seafood, Farida (Intimas Surya), Hawis Maduppa (APPRI-IPB University), Hirmen Sofianto MSi (Marine Steward Council), Novi Saputro (Kelola Mina), Mukhlis Kamal (Sekjen Asosiasi Demersal Indonesia-IPB University), Zairion (anggota Komnaskajiskan-IPB University), Arif Rahmadita (Kelola Mina Group) dan Yonvitner (Kepala PKSPL IPB University).
Dalam pertemuan ini, berbagai masukan disampaikan oleh peserta yang hadir, seperti dari PT Kelola Mina Novi Saputro, ke depannya sustainable fisheries harus diwadahi dalam sebuah ruang komunikasi dan konsolidasi perikanan. Asosiasi adalah bagian dari pemangku kepentingan yang akan berkontribusi dalam memberikan informasi tentang perikanan.
“Setidaknya ada tiga spesies penting yang menjadi target sustainability, yaitu tuna, kakap dan rajungan. Oleh karena itu, konsep sustainability harus diterjemahkan pada setiap komoditas target agar daya saing produk perikanan menjadi baik. Untuk itu, ke depan dibutuhkan peran dari lembaga filantropi, termasuk MSC (Marine Steward Council),” ujar dia.
Lenny Danusaputro, pengusaha ikan kakap tersebut menyampaikan yang paling sulit adalah mengawal traceability, terutama pada kapal. Selain itu, kaitannya dengan data observent yaitu keterbukaan informasi terkait status stok.
Farida dari PT Intimas Surya Jakarta mengatakan dalam perikanan tuna, penting menyiapkan rumah berkelanjutan yang menjadi tempat mengadu dalam perikanan. “Saat ini penangkapan tuna dengan handline dan purse seine sulit terkontrol. Dalam beberapa purse pancing dan jaring, sering dobel alat tangkap, sehingga menjadi persoalan dalam proses sertifikasi,” ujarnya.
Sementara itu, Dr Hawis Maduppa, dosen IPB University menyampaikan bahwa salah satu lesson learned yang sangat berharga adalah tropical model dan soal bycatch. Keduanya menjadi bagian penting bagi perikanan yang perlu diperhatikan.
“Penting bagi Indonesia merancang model sendiri agar mampu menjadi kekuatan sains tropical,” tegas Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK) IPB University ini.
MSC yang diwakili Hirmen Sofianto menambahkan bahwa kita harus mampu mengawal konsep sustainability. “Ini bukan soal besar atau kecil, tapi terkait kegiatan yang tidak menyebabkan kerusakan ekosistem. Untuk itu partisipasi semua pihak menjadi kunci keberhasilan dari sertifikasi. Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah potensi pasar yang meminta produk bersertifikasi,” ujarnya.
Sekjen ADI, Dr Mukhlis Kamal menyampaikan penting mengelaborasi dan mengomunikasikan hal ini ke berbagai pihak. “Poin penting yang jadi perhatian bersama adalah data yang terkelola baik. Berharap ini bisa menjadi big data yang mudah diakses bagi semua pihak,” ucapnya.
Dr Zairion menyampaikan dukungan bahwa sustainability stok menentukan keberlanjutan pasar. Untuk itu informasi tersebut akan sangat menentukan bagi sustainability perikanan. “Sehingga menjadi penting untuk menyiapkan kerja sama antar-pihak. Untuk itu kelengkapan data per lokasi dan per jenis menjadi catatan yang harus dirapikan agar mudah ditelusuri,” ujarnya.
Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021