Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Nusa Tenggara Barat KH M Zainul Majdi mengatakan, pihaknya mencanangkan penurunan tingkat kemiskinan di provinsi itu pada 2013 menjadi hanya 14 persen dari 21,9 persen saat ini.
Tahun 2009 NTB berhasil menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 1,23 persen, tertinggi ketujuh di seluruh Indonesia yang di atas rata-rata 0,89 persen, kata Gubernur Zainul Majid dalam wawancara khusus dengan ANTARA di Jakarta, Rabu.
"Dan kami menargetkan penurunan tingkat kemiskinan tujuh persen dari 21,9 persen pada 2010 menjadi 14 persen pada 2013," kata Gubernur Zainul Majid saat bersilaturahim dengan pimpinan dan wartawan LKBN ANTARA.
Menurut gubernur yang akrab disapa Tuan Guru itu, untuk mencapai penurunan tingkat kemiskinan tersebut, NTB membutuhkan investasi sebesar Rp12 triliun.
"Kalau mengandalkan kapasitas fiskal daerah atau belanja pemerintah daerah, itu hanya bisa tertutupi sepertiga dari dana yang dibutuhkan bagi upaya penurunan tingkat kemiskinan. Oleh karena itu, NTB mutlak memeelukan investasi dari luar," katanya.
Berikut petikan wawancara ANTARA dengan Gubernur Zainul Majdi.
ANTARA (A): Dalam usia muda, bapak telah menjadi gubernur. Apa yang menyebabkan bapak terpanggil untuk memimpin NTB?
Gubernur (G): Pada tahun 2000 saya menjadi anggota DPR RI komisi pendidikan mewakili daerah Nusa Tenggara Barat (NTB).
Waktu itu saya didatangi banyak tokoh masyarakat dan mengatakan bahwa saya hendaknya tidak saja berkiprah di legislatif, tapi perlu juga masuk ke ranah eksekutif untuk melaksanakan apa-apa yang diniatkan dan dihajatkan guna membangun masyarakat yang lebih nyata. Lama saya berfikir, tapi setelah itu, saya melihat bahwa inspirasi dari masyarakat itu semakin lama semakin kuat, dan lahir dari ketulusan untuk mengemban amanah tersebut. Saya meyakini bahwa kalau kita sampai pada satu amanah tanpa mengejar-ngejar amanah itu, maka ada kekuatan-kekuatan yang bersedia mendukung kita. Hal itu sesuai dengan petunjuk Nabi Muhammad SAW dalam hadisnya.
A: Apa visi atau impian bapak bagi masyarakat NTB?
G: Visi untuk membangun NTB itu saya coba meringkasnya dalam dua kata: beriman dan berdaya saing. Pertama, saya yakini kata beriman itu mengandung makna yang sangat dalam bagi kehidupan umat manusia. Di NTB itu masyarakatnya keberagaman dan sangat religius. Kedua, bagaimana kita menciptakan daya saing. Daya saing daerah ini kita yakini, pemicu awalnya itu adalah sumber daya manusia. Oleh karena itu, faktor-faktor yang terkait langsung dengan kwalitas sumber daya manusia (SDM) kita prioritaskan. Nah, beriman dan daya saing itu kita ringkas menjadi NTB Bersaing. Kenapa berdaya saing karena fakta-fakta statistikal yang ada itu termasuk IPM, indeks demokrasi, indeks partisipasi politik dan yang lain-lain itu menunjukkan bahwa NTB itu masih berada pada posisi yang cukup rendah dibanding provinsi lainnya. Nah oleh karena itu agenda kita bagaimana kita menciptakan daya saing. Daya saing daerah ini kita yakini, pemicu awalnya itu sumber daya manusia. Oleh karena itu, faktor-faktor yang terkait langsung dengan kwalitas sumber daya manusia (SDM) kita prioritaskan.
A: Bagaimana strategi mewujudkan impian itu?
G: Strategi mewujudkan mimpi itu adalah upaya yang sedang kami perjuangkan , yakni meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Kualitas SDM tergambarkan dari indeks pendidikan dan kesehatan. Kedua indeks ini, NTB memang masih belum sebaik apa yang kita harapkan. Kalau kita melihat IPS, indeks pendidikan, kesehatan dan pendapatan. Pendapatan kita sebetulnya NTB menempati nomor sembilan dari seluruh Indonesia. Kwalitas daya beli kita cukup tinggi, setara dengan jawa Timur. Tapi karen indikator kesehatan kita jeblok, dan indikator pendidikan kita jatuh, akhir IPM (indeks pembangunan manusia) kita juga jatuh. Secara riil memang kita harus terus meningkatkan sumber daya manusia.
A: Apa saja kendala atau masalah yang dihadapi pemerintah provinsi (pemprov) NTB, internal dan lingkungan strategis.
G: Kendala, banyak sekali, mengingat NTB sebagai salah satu dari eks-provinsi Nusa Kecil. Sebelum 1958, Bali, NTB dan NTT itu tergabung dalam provinsi Sunda Kecil. Setelah 1958 baru terpisah. Dari wilayah-wilayah eks-Sunda Kecil ini memang NTB, kesannya, ya, masih tertinggal dibanding lainnya. Jadi kita pakai pendekatan regional saja, tidak secara nasional. Oleh karena itu upaya kita bagaimana menjadikan NTB sejajar dengan eks wilayah Sunda Kecil dalam mengejar kamajuan. Dulu NTB itu identik dengan adigium "nasib tergantung wali" -- nanti Tuhan bantu baru maju -- macam-macamlah pelesetan-pelesetan itu, tapi memang mencerminkan mentalitas masyarakatnya.
A: Apakah spiritualitas masyarakat NTB dapat menjadi pendorong atau menghambat upaya meraih impian itu?
G: Masyarakat NTB itu sangat religius, dan itu bukan penghambat, tapi malah menjadi modal penting dalam menciptakan kebersamaan dalam keberagamaan dan mewujudkan pembangunan berdaya saing. Saya selalu ajak masyarakat NTB untuk memecahkan segala persoalan untuk meraih mimpi. Ayo, kita bermimpilah, bermimpi untuk maju, dengan program-program yang sekarang masih dianggap sebagai visi-misi yang belum terwujud, tapi dengan ikhtiar bersama, insya Allah kita maju.
A: Bagaimana bapak melihat keberagaman masyarakat NTB?
G: Seperti saya katakan tadi, masyarakat di NTB itu beragam tapi sangat religius. Tetapi selama ini keberagaman itu hanya dipahami sekedar fakta sosial. Nah, kita berupaya, berikhtiar dengan program untuk merubah keberagaman sebagai fakta sosial menjadi kapital sosial untuk mendorong percepatan pembangunan.
A: Ada sebagian kalangan menilai masyarakat NTB tidak memiliki budaya pelayanan seperti di Bali untuk menopang pariwisata. Komentar bapak?
G Itu bagian dari mitos-mitos yang tidak benar. Pariwisata di NTb, khususnya, Lombok itu mulai tumbuh pada awal 1992. Sejak 1990-an sampai sekarang, selama 20 tahun terakhir pengalaman kita membangun pariwisata, belum pernah ada konflik tau ketegangan antara masyarakat dan wisatawan, tidak pernah. Semua kita sambut. Tentu Bali lebih maju karena Bali telah membangun pariwisata sejak 150 tahun yang lalu. Artinya, masyarakat NTB yang religius itu terbuka kepada siapa saja, tidak ada penolakan terhadap warga asing, tidak ada.
A: Apa potensi terbesar NTB yang dapat menarik minat investor lokal dan asing?
G: Potesni terbesar NTB dalam menarik investor itu, kita menggunakan pendekatan parsial, kawasan. Kita menawarkan kawasan agrobisnis, ada kawasan pariwisata, ada kawasan pertambangan. Ini yang kita sedang mencoba tawarkan kepada investor lokal maupun asing.
A: Apa masalah terbesar yang dihadapi NTB yang dapat menghambat datangnya investasi tersebut?
G: Seperti saya ketakan tadi, tidak ada hambatan apapun bagi investor lakal dan asing untuk datang ke NTB.
A: NTB baru saja dinyatakan sebagai salah satu provinsi yang memiliki pengurangan angka kemiskinan tertinggi. Apa upaya untuk mempertahankannya?
G: Iya, tahun 2009 memang kita berhasil menurunkan tingkat kemiskinan itu mencapai 1,23 persen, tertinggi ketujuh di seluruh Indonesia, yang rata-rata 0,89 persen. Walaupun demikian, persentasenya angka penduduk miskin di NTB itu masih tinggi, sekarang masih 21,9 persen. Kita menargetkan pencapaian 2013 sampai penurunan 14 persen. Untuk mencapai 14 persen itu kita butuh investasi 12 triliun. Kalau kapasitas fiskal daerah belanja pemerintah daerah itu hanya bisa tertutupi sepertiga. Dan itu memerlukan investasi dari luar.
A: Apa impian bapak terhadap masa depan negeri ini.
G: Impian saya adalah impian kita semua, yakni ingin menjadikan masyarakat di negeri ini sejahtera.
A: Bagaimana peluang tampilnya para pemimpin muda pada masa depan? Apa saja kendalanya?
G: "Saya kita banyak peluang tampilnya pemimpin muda di masa depan. Sekarang kita mulai menyaksikan tampilnya pemimpin muda di berbagai lembaga," kata putra NTB berusia 38 tahun itu. (*)
(T.M043/Z002/R009)
Editor: Imansyah
Copyright © ANTARA 2010