Ibarat jembatan, para organisasi kemanusiaan itu selalu cepat tanggap menyambungkan berbagai solidaritas masyarakat di belahan lainnya yang tak terkena bencana kepada para korban yang terkena bencana.“Sejarah telah berkali-kali membuktikan, jiwa anak-anak negeri ini tangguh dan selalu mampu bangkit dari berbagai musibah bencana alam yang menimpanya”.
Sesaat setelah mengetahui Gunung Merapi meletus Selasa (26/10) malam, Teten Kustiawan (43 tahun), Direktur Eksekutif Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) bergegas melakukan koordinasi dengan stafnya dan jaringan Forum Zakat (FOZ).
Setelah mengidentifikasi kebutuhan bantuan untuk para korban dan berkoordinasi dengan berbagai jaringan, pengiriman bantuan Baznas dilakukan bekerja sama dengan LPPM Universitas Gajah Mada yang dipandang lebih menguasai medan setempat untuk mendistribusikan logistik sembako, masker, bantuan medis, dan pendampingan dari para mahasiswa untuk meringankan beban para pengungsi dari ancaman debu dan awan panas Merapi yang masih sering datang .
Relawan Baznas bernama Naryo di Dompol (Klaten) menyampaikan informasi kepada antaranews.com, ia melihat banyak komponen masyarakat berbagi kepedulian di sana, diantaranya Al Azhar Peduli Umat dan Klaten Peduli Umat (KPU).
Setelah letusan itu, Merapi berkali-kali masih “batuk” dan menebarkan awan panas dalam radius jarak kurang dari letusan besar pada Selasa malam lalu. Sebaran debu Merapi masih menyelimuti kawasan Sleman dan wilayah sekitarnya, tak terkecuali sebagian besar Yogyakarta lain. Hingga tulisan ini dibuat ancaman letusan Merapi belum berakhir.
Pemandangan sama juga terlihat di beberapa lokasi pengungsian di kawasan Kepuharjo, Glagaharjo, Wukirsari, Hargobinangun, Purwobinangun, Wonokerto dan Girikerto di wilayah DIY Yogyakarta. Berbagai komponen masyarakat, diantaranya PMI, Dompet Duafa (DD) dan komponen masyarakat lainnya terus bahu-membahu dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat.
Hal sama dilakukan Baznas untuk pengerahan bantuan ke Mentawai (Sumbar), tak lama setelah tsunami diberitakan terjadi Senin (25/10), yang hingga tulisan ini dibuat telah menewaskan sebanyak 414 orang.
Melalui sejumlah relawan yang dikomandoi Syaiful Anwar yang memimpin ekspedisi untuk menyerahkan dan mengawal bantuan berupa beras dan berbagai kebutuhan korban, Baznas menyalurkan bantuan masyarakat yang menitipkan kepedulian dan kecintaan mereka terhadap sesama manusia lainnya yang tengah ditimpa bencana.
Kelompok kemanusiaan lain telah bergerak cepat di Mentawai. Ade Badri, Koordinator lapangan ACT, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam bidang kemanusiaan telah berada di sana setelah memperoleh instruksi dari Ahyudin, pimpinan ACT.
Ade membawa bantuan yang dibutuhkan korban tsunami Mentawai berupa sembako, tim medis dan trauma healing yang dipimpinnya.
Beranggotakan 13 orang yang terdiri atas dua tenaga medis, tiga orang trauma healing, tiga orang team rescue dan empat orang team relief, Ade bergerak cepat membantu para korban bahu-membahu dengan komponen relawan lainnya dan lembaga resmi yang dikomandoi oleh BPBD Sumbar.
Para relawan lembaga kemanusiaan itu selalu bergerak cepat setiap ada bencana menimpa negeri ini. Masyarakat memiliki mekanisme penanganan berbagai bencana yang kini makin kerap terjadi.
Ibarat jembatan, para organisasi kemanusiaan itu selalu cepat tanggap menyambungkan berbagai solidaritas masyarakat di belahan lainnya yang tak terkena bencana kepada para korban yang terkena bencana.
Berbeda dengan kegiatan beberapa stasiun televisi yang menyalurkan bantuan pemirsa dengan menggunakan nama stasiun televisi dimaksud dengan diakhiri kata “Peduli” pada kejadian tsunami Aceh, gempa Tasikmalaya dan Sumbar beberapa waktu lalu, para relawan lembaga kemanusiaan tersebut terus bergerak jauh dari publikasi media.
Biasanya, setelah kegiatan penyaluran bantuan, mereka mengirimkan informasi penyaluran bantuan melalui laporan terbuka di media massa, surat-menyurat dan pertemuan dengan para penyumbang sebagai bentuk akuntabilitas publik manajemen lembaga masing-masing.
Pertanggungjawaban mereka dilakukan kepada masyarakat yang telah menitipkan kepercayaannya setelah melalui audit Kantor Akuntan Publik (KAP).
Kawan, solidaritas antar sesama manusia selalu teruji di negeri ini. Pada sebuah kunjungan ke Kantor Berita ANTARA sekitar dua tahun lalu, Prof. Joewono Sudarsono, Menteri Pertahanan saat itu, setelah menguraikan kondisi Alat Utama Persenjataan (Alutsista) yang ideal dan realitas yang dimiliki negeri ini, ia menegaskan bila militansi dan sikap mental anak-anak negeri ini adalah potensi pertahanan luar biasa yang terus merawat spirit Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) hingga saat ini tegak berdiri.
Prof. Joewono mengingatkan betapa pentingnya upaya merawat dan memperkuat karakter anak-anak bangsa melalui gerakan pendidikan formal dan non formal yang terus menggerakkan mereka untuk menjaga keutuhan NKRI.
Sebagaimana kita ketahui, anak-anak bangsa belajar tidak terbatas di ruang belajar, melainkan lebih banyak dalam realitas masyarakat yang mereka amati dan pelajari melalui alam bawah sadarnya.
Bila seorang anak akan melihat keteladanan dari orang tuanya, maka rakyat akan melihat keteladanan dari para pemimpinnya. Pada sebuah perbincangan dengan seorang sahabat, H. Zainul Majdi, yang kini memperoleh amanah sebagai Gubernur NTB, ia mengkhawatirkan negeri ini sedang mengalami proses destruksi sosial bila rakyat sedang diajari contoh-contoh dari para pemimpinnya yang menghalalkan segala cara dan peran media yang tak memberi harapan, cenderung melihat sisi negatif dari setiap peristiwa.
Kombinasi budi pekerti pemimpin yang buruk dan media yang cenderung memilih sudut pemberitaan negatif itu, menurutnya dapat menjadi kombinasi yang efektif untuk menghancurkan negeri ini dari dalam. Terhadap hal itu, ia minta diingatkan media dan publik bilamana ia dan jajarannya dinilai alpa terhadap hakekat kepemimpinan itu sendiri, yakni melayani rakyat yang dipimpinnya.
Namun, ia juga mengingatkan peran media sebagai pilar keempat demokrasi untuk menyampaikan informasi yang benar dan memberi harapan kepada masyarakat bila negeri ini sedang melakukan berbagai ikhtiar perbaikan bersama-sama rakyat melalui informasi yang memenuhi kaidah jurnalistik dan pemberitaan yang menganut prinsip check and balances.
Mengangkat prestasi anak-anak bangsa dapat menerbitkan harapan bahwa negeri ini masih ada, tak terkecuali publikasi media tentang perjuangan para relawan lembaga kemanusiaan yang terus bergerak cepat oleh setiap ada bencana.
Kawan, solidaritas rakyat melalui Baznas, ACT, DD dan berbagai lembaga kemanusiaan lainnya adalah bukti nyata bila rakyat masih memiliki nurani peduli dengan sesamanya di tengah gempuran hedonisme, sebagian media yang memiliki agendanya sendiri, dan sebagian watak pemimpin yang terkadang lupa untuk siapa dirinya bekerja.
Yang rakyat terus butuhkan adalah keteladanan dan konsistensi antara kata dan perbuatan para pemimpin pada setiap tingkatan.
Pernyataan seorang pimpinan Parlemen yang justru menyalahkan para korban yang tinggal di pulau terkena tsunami adalah pernyataan tak etis dan tidak pada tempatnya, pada saat darah para korban belum kering dan pada saat badan mereka masih remuk menghadapi ganasnya terjangan Tsunami itu. Semoga pernyataan tak etis itu tak berulang pada kesempatan lain.
Kunjungan singkat Presiden SBY ke Mentawai di tengah tugas kenegaraan di Hanoi (Vietnam) setidaknya menunjukkan kepedulian dan cinta seorang pemimpin terhadap rakyatnya.
Namun empati Presiden itu wajib ditindaklanjuti oleh jajaran operasional pada tingkat lapangan melalui efektivitas manajemen penanggulangan bencana yang lebih efektif agar kehadiran Negara terasa ketika rakyatnya membutuhkan.
Sejarah kebangkitan rakyat negeri ini dalam menghadapi berbagai bencana selalu teruji. Energi tsunami yang menerjang dan meluluhlantakkan Aceh lima tahun lalu demikian dahysat, namun energi kebangkitan rakyat Aceh untuk bangkit dan melanjutkan hidupnya lebih dahsyat ketimbang tsunami itu.
Demikian pula, kita meyakini hal yang serupa dari spirit kebangkitan masyarakat yang tinggal di Wasior, Merapi, Mentawai dan berbagai lokasi bencana sebelumnya untuk terus melanjutkan hidup mereka.
Uluran tangan rakyat yang peduli dari belahan bumi Indonesia di belahan lain dan bantuan lembaga resmi pemerintahan seringkali bersifat sementara, spirit mereka untuk melanjutkan hidup jauh lebih penting yang menentukan perjalanan hidup mereka selanjutnya.
Sebagaimana terjadi pada korban tsunami Aceh, setelah BRR dibubarkan, perjalanan hidup mereka selanjutnya ditentukan oleh ketangguhan mereka untuk terus bangkit setelah bencana menimpa dan penanganan oleh lembaga resmi dan kemanusiaan berakhir.
Dalam konteks itu, program-program lembaga kemanusiaan yang biasanya melanjutkan program dalam bentuk trauma healing pasca-bencana patut kita apresiasi, sebab memulihkan harta terbesar dalam hidup para korban, jiwa-jiwa yang tangguh dan berani melanjutkan hidupnya, adalah yang terpenting untuk masa depan mereka dan anak-anak mereka yang masih hidup. (***)
*) Pembelajar Kepemimpinan, tinggal di Bogor.
Oleh Ahmad Mukhlis Yusuf
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010