Sebuah gedung yang tidak bernyawa saja dapat menjadi buah karya yang terus dikenang, apalagi bila kita mampu mengukir hidup yang berarti yang bermanfaat bagi orang lain saat kita hidup maupun setelah kematian kelak.

Ada yang berkesan dari perbincangan pagi itu antara peserta Rakernas LKBN ANTARA yang berkunjung memenuhi undangan sarapan pagi Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan di rumah jabatan Wisma Pakuan, Bandung, baru-baru ini. Rakernas kami tahun ini diadakan di Bandung. Perbincangan kami pagi itu adalah seputar bagaimana melakukan karya terbaik buat negeri ini.

Salah satu perbincangan paling berkesan adalah ajakan Gubernur tentang bagaimana setiap manusia sejatinya memiliki kesempatan sama untuk mengukir umur sejarah yang dapat melampaui umur biologis. Apa pun jabatan dan amanah kemanusiaan yang disandangnya.

Gubernur bertutur tentang sejarah Wisma Pakuan. Gedung indah dan megah itu masih tegak berdiri meskipun sang arsitek telah wafat. “Banyak orang mengenang siapa arsitek dan yang membangunnya”, demikian Gubernur menambahkan.

Dalam catatan sejarah, gedung itu awalnya dibangun sebagai kediaman Residen Priangan yang pindah dari Cianjur. Kini, gedung tersebut menjadi rumah dinas jabatan Guberbur Jawa Barat.

Meski usia bangunan sudah lama, namun gedung ini masih kokoh. Menurut catatan MAJ Kelling (1935), gedung itu mulai dibangun oleh Residen der Moore tahun 1864.

Perbincangan pagi itu kemudian mengingatkan saya dan boleh jadi semua peserta Rakernas juga; kita sering mengenang karya dan kebaikan seseorang dari apa yang ditinggalkan ketika sudah wafat.

Kebaikan itu kemudian menjadi inspirasi bagi kita yang masih hidup untuk melakukan hal yang sama.

Sebuah gedung yang tidak bernyawa saja dapat menjadi buah karya yang terus dikenang, apalagi bila kita mampu mengukir hidup yang berarti yang bermanfaat bagi orang lain saat kita hidup maupun setelah kematian kelak.

Apa yang membedakan diri kita dengan manusia rendah hati dan terpuji yang sudah wafat; Buya Hamka (alm.), W.S. Rendra (alm.) atau Muhammad Natsir (alm)?.

Saya yakin kita akan selalu ingat pada karya dan tindakan-tindakan mereka dalam melakukan ikhtiar terbaik semasa hidupnya.

Tercatat dalam sejarah, bagaimana akhlak Buya Hamka (alm) dalam menyikapi perbedaan pandangannya dengan Presiden RI saat itu, Soekarno (alm). Sikap almarhum telah menjadi pelajaran wajib tentang kepemimpinan bagi generasi kita saat ini.

Semasa hidupnya, Buya Hamka kritis kepada Soekarno namun keduanya tetap dapat berteman baik. Meski pernah dipenjara oleh Soekarno, saat Soekarno wafat, Buya Hamka berdiri paling depan saat menyalatkan jasad Soekarno (alm).

LKBN ANTARA pernah mengundang W.S. Rendra (alm.) ke LKBN ANTARA dua tahun sebelum wafat, mengundangnya untuk baca puisi dalam mengumandangkan etos perjuangan mempertahankan aset-aset negara yang strategis; PT Krakatau Steel (KS).

Duduk di sebelahnya saja membuat saya bersemangat. Mendengar kata-katanya saja membuat kecintaan kami pada tanah air meningkat dan berjanji dalam hati untuk melakukan karya terbaik. Menyimak puisi-pusinya yang menggetarkan membuat spirit kami menguat.

Warisan kebaikan yang ditinggalkan Muhammad Natsir (alm), selalu dikumandangkan oleh orang-orang yang mengenal tulisan, perkataan dan tindakannya. Integritas Pak Natsir (alm) telah menjadi pelajaran tentang kepemimpinan sederhana yang terpuji dan menjadi inspirasi hingga kini.

Ikhtiar-ikhtiar terbaik dari ketiga tokoh nasional tersebut selain telah membawa bekal kehidupan yang berkah bagi ketiganya, juga telah menjadi investasi abadi bagi mereka, meski ketiganya telah wafat.

Pahala atas kebaikan mereka Insya Allah akan terus mengalir, melalui balasan atas ilmu yang telah mereka wariskan hingga kini.

Inspirasi ketiganya terus menyebar, melintasi sekat ruang dan waktu. Inilah umur sejarah yang melampau umur biologis, meski ketiganya telah wafat.

Esensi umur sejarah ini telah penulis tuangkan dalam sebuah Kata Pengantar pada buku baru karya sahabat penulis, Imam Munadi, yang berjudul ”New Born Super Muslim” yang baru-baru ini diterbitkan.

Penulis buku itu, Imam Munadi, dengan indah menyebut esensi umur sejarah sebagai orientasi tindakan untuk meraih hidup berkah dan mati husnul khatimah.

Hidup berkah adalah esensi dari kehidupan kita sebagai Hamba Allah yang menjalankan kewajiban penghambaan kepada-Nya dan sebagai wakil-Nya sebagai khalifah di muka bumi.

Sedangkan mati khusnul khatimah, adalah cita-cita sejati yang ingin kita raih. Kematian yang baik menuju kehidupan abadi yang diridhai Allah SWT di akhirat kelak adalah impian saya dan saya yakin Anda juga.

Untuk mengukir umur sejarah, mulailah dari tujuan akhir, demikian nasihat para ahli motivasi.

Orang-orang yang berhasil meraih tujuan-tujuan hidupnya biasanya memiliki visi hidup yang memotivasi mereka. Sebagaimana sering dimaknai, visi hidup merupakan gambaran masa depan kehidupan apa yang ingin kita wujudkan.

Visi sejatinya dapat menggetarkan si pemiliknya, sebab ia merupakan visualisasi masa depan yang ingin ia wujudkan baik untuk diri sendiri, keluarga maupun lingkungannya.

Siapa saja yang memiliki visi kebaikan pada masa depan, ia tidak akan mudah menyerah oleh ujian-ujian kehidupan yang dihadapinya.

Kemudahan dan kesulitan adalah dua bentuk ujian untuk meningkatkan kualitas kemanusiaan kita di hadapan Dia, Sang Pemilik Jiwa dan Alam Semesta Raya ini.

Mereka yang lulus diuji akan menjadi manusia yang mulia di hadapan Dia, sebab ia telah melalui berbagai ujian yang Dia ciptakan untuk sampai di dekat-Nya, Insya Allah

Visi hidup mulia kini telah melintasi sekat bangsa dan agama. Ia telah menjadi ajaran agama-agama besar yang semakin kontekstual hari ini.

Keseimbangan hidup antara material dan spiritual telah mengurangi angka-angka bunuh diri di berbagai negara modern yang sempat mengalami kehausan spiritual.

Banyaknya kasus bunuh diri di Jepang dan Amerika Serikat telah menyadarkan banyak pakar barat untuk membekali pendekatan spiritual dalam pendekatan psikologis dan kejiwaan.

Sebagai muslim, saya dan boleh jadi Anda juga meyakini kenikmatan aktualisasi diri tidak semata-mata di atas sajadah atau di depan Ka’bah ketika menjalankan kewajiban ibadah ritual, melainkan juga saat menunaikan atau dalam proses ibadah sosial dengan melayani orang lain.

Sebuah hadits menyatakan ”pemimpin yang adil lebih utama dari pada ahli ibadah ritual 60 tahun”, karenanya Baginda Rasulullah SAW juga menyatakan ”sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain”.

Umur sejarah Insya Allah dapat kita wujudkan bila kita persembahkan hidup ini untuk melakukan karya dan tindakan terbaik hari ini agar lebih bermanfaat bagi orang lain, demi semata-mata mengharap Ridha Allah SWT.

Sejatinya kita dapat mewujudkan semua komitmen itu ke dalam tindakan yang positif, hari ini, bukan esok atau lusa, sebab kita tidak pernah tahu kapankah ajal menjemput atau kehidupan dunia ini berakhir?.

Sahabat, mari mengukir umur sejarah untuk hidup yang hanya sekali ini. (***)

*) Penulis Praktisi Manajemen, Pemerhati Kepemimpinan, tinggal di Bogor

Oleh Ahmad Mukhlis Yusuf
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010