Di gerbang mezquita, petugas menanyakan asal negara dan agama kami. Setelah diberitahu, ia meminta kami tidak sholat di dalam mezquita. Konon menurut staf KBRI, dua tahun lalu seorang anggota DPR-RI secara sembunyi-sembunyi mencoba sholat sunat, dan

Dari Madrid, melewati pegunungan dan kebun-kebun zaitun, sekitar empat jam, saya dan Ahmad Mukhlis Yusuf tiba di Cordova, kota yang menyimpan sejarah kegemilangan peradaban Islam.

Selama 781 tahun (711-1492 M) Islam berkuasa di Spanyol. Dan, Cardova, merupakan ibu kota Spanyol pada masa itu. Inilah kota yang sejak lama ingin saya kunjungi, selain Granada dan Toledo: kota peradaban yang semakin dilupakan.

Jose, sopir yang membawa kami dari Madrid, memarkirkan mobil tidak jauh dari mezquita. Warga Spanyol menyebut bangunan itu dengan nama La Mezquita de Cordoba, yang berarti Masjid Agung Cardova.

Namun kini nama sesungguhnya adalah The Cathedral of Cordoba. Masjid yang awalnya dibangun Khalifah Abdurrahman I pada tahun 784 kemudian diteruskan khalifah berikutnya, telah berubah fungsi menjadi katederal. Bangunan fisiknya masjid, namun tidak dapat lagi digunakan untuk sholat.

Di gerbang mezquita, petugas menanyakan asal negara dan agama kami. Setelah diberitahu, ia meminta kami tidak sholat di dalam mezquita. Konon menurut staf KBRI, dua tahun lalu seorang anggota DPR-RI secara sembunyi-sembunyi mencoba sholat sunat, dan dihentikan. Sejak itu, pengawasan diperketat.

Bangunan ini di kelilingi tembok tinggi. Di luar tembok, berdiri sejumlah restoran, kedai-kedai souvenir yang menjual baju-baju kaos, piring-piring hiasan dengan kaligrafi Allah dan Muhammad, dan rumah-rumah penduduk.

Masuk melalui pintu gerbang, terbentang taman besar, bernama Patio de Los Naranjos. Di taman ini tumbuh pohon-pohon jeruk, yang ketika kami kunjungi sedang berbuah. Di bagian lain, terdapat kolam-kolam buatan, yang dahulu digunakan untuk mengambil air wudhu.

Di salah satu pojok, berdiri menara yang menjulang tinggi. Berbeda dengan menara masjid umumnya, kini di menara itu terdapat lonceng katederal.

Kami memasuki pintu bangunan utama yang dijaga dua petugas. Setelah karcis yang dibeli disobek dan kami diingatkan untuk tidak sholat di dalam, maka terbentanglah interior mezquita yang menakjubkan.

Tiang-tiang yang konon berjumlah lebih dari 500 berjejer dengan arsitektur yang rumit dan indah. Para ahli menyebut, interior mezquita ini mengikuti tradisi masjid-masjid pada masa Umayyah dan Abbasiyah. Ini mengingatkan saya pada tiang-tiang Raudah di Masjid Nabawi di Madinah. Begitu juga mihrab dengan berbagai kaligrafi. Ada cerukan tempat imam. Mihrab sangat indah ini, sayangnya dipagar besi. Cahaya juga redup. Mihrab ini menghadap Ka’bah, kiblat umat Islam.

Beberapa wisatawan asal China bergerombol di depan mihrab. Seorang dari mereka, mungkin pemandu wisata, terlihat seperti menjelaskan perihal mihrab dan sejarah mezquita ini. Tentu saya tidak tahu apa yang mereka katakan, apakah dia menjelaskan sejarah seperti isi buklet, yang menyebutkan The Islamic Intervention –– bahwa mezquita ini adalah monumen sejarah penjajahan Islam?

Setelah mengambil beberapa foto, saya terus menyusuri bagian lain mezquita. Ada bangunan baru yang dibuat pada 1236, setelah masjid berubah fungsi menjadi katederal. Bangunan tambahan yang berada di dalam bangunan induk ini bernama El Santo, yang dibuat semasa Ferdinand III. Ini adalah tempat ibadah, kapel-kapel, seperti halnya gereja-gereja Katolik pada umumnya.

Selain itu, pintu-pintu yang berpilar, seperti masjid umumnya tempat sirkulasi udara dan cahaya dari luar masuk, telah ditutup permanen layaknya katederal. Hanya menyisakan pintu masuk dan keluar.

Saya berdiri lama di luar mezquita, di taman Los Naranjos yang teduh. Kolam-kolamnya tidak lagi berair. Tidak ada lagi orang-orang mengambil wudhlu dan butir-butir air di wajah dan tangan yang basah. Saya berdiri lama, membayangkan masa lalu bangunan ini, yang tidak pernah saya jumpai.

Setelah mengunjungi mezquita, kami menelusuri kota Cordova. Tidak jauh dari mezquita, terdapat sinagog yang kesepian. Pada masa kekuasaan Islam, tempat ibadah kaum Yahudi ini dipertahankan.

Kota ini indah. Pohon-pohon kurma, zaitun, dan air mancur menghiasi kota tua ini. Ada kawasan bernama Madina Azahara, yang teduh oleh pepohonan. Bangunan-bangunan rumah dan pohon-pohon kurma, memberi kesan kota ini mirip Madinah.

Sejarah Kegemilangan

Masjid Cordova –– yang dinilai kalangan Islam dan Kristen sebagai keajaiban dunia abad pertengahan –– luasnya sekitar 23.400 meter persegi. Dahulu dirancang untuk menampung lebih dari 9.000 jamaah sholat. Dalam buklet The Cathederal of Cordoba, disebutkan mezquita ini dibangun di atas gereja San Vicente pada tahun 785. Versi lain menyebutkan, masjid ini dibangun di atas situs Visigothic, kuil Romawi.

Pembangunannya dimulai pada pemerintahan Abdurahman I antara tahun 784 dan 786. Kemudian diperluas pada Abdurahman II (833-852), Al-Hakam II (961-976), dan Al-Mansur (987).

Cordova –– dalam bahasa Arab disebut al-Qurtubah –– sebelumnya adalah ibu kota Spanyol. Negara ini dikuasai Kerajaan Gothia. Situasi ketika itu tidak stabil, termasuk pengusiran orang-orang Yahudi dan terjadinya pemaksaan agama.

Ini diperparah oleh perebutan kekuasaan setelah Raja Witiza meninggal. Putra Witizia merasa berhak menggantikan ayahnya, bukan justru Roderick, panglima perang Gothia. Menghadapi Roderick, Putra Witizia bersekutu dengan Graff Yulian, yang juga menjadi musuh Roderick.

Pada 705, Graff meminta bantuan Musa bin Nushair, gubernur Afrika Utara, yang berada di bawah kekhalifahan Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus, Suriah.

Atas persetujuan Khalifah Walid bin Abdul Malik, Musa mengirim tim pendahuluan beranggotakan 500 tentara yang dipimpin Tharif bin Malik. Pasukan ini sukses dan kembali ke Maroko, Afrika Utara.

Pada 711, Musa kembali mengirim 7.000 tentara, yang kali ini dipimpin Thariq bin Ziyad. Sejarah mencatat, begitu pasukan mendarat di Spanyol, Thariq membakar semua kapal perang yang membawa mereka menyeberang. Dalam pidatonya, Thariq menyatakan kepada pasukannya,”Musuh di depanmu, lautan di belakangmu. Silakan pilih mana yang kau kehendaki..”

Pertempuran pun terjadi. Thariq yang memimpin sekitar 12 ribu orang, gabungan tentara suku Barbar dan tentara kiriman Khalifah Walid, menghadapi sekitar 100 ribu orang pasukan Raja Roderick. Dalam pertempuran di pinggir sungai Guadalquivir, Guadalete, Raja Roderick tewas.

Spanyol, yang kemudian dikenal dengan nama Andalusia, jatuh dalam kekuasaan Islam. Sukses Thariq itu hingga kini diabadikan sebagai nama selat Gibraltar, yang dalam bahasa Arab disebut Jabal Tariq, gunung Thariq, mengambil nama Thariq bin Ziyad.

Dari sini, Thariq terus melebarkan kekuasaan dengan menaklukan kota-kota penting, di antaranya Cordova, Granda, Sevilla, dan Toledo yang saat itu ibu kota kerajaan Gothik. Tidak sampai di situ, pasukan Thariq juga manguasai Narbonne, Prancis selatan.

Ini mendorong tentara Islam lainnya masuk menguasai Perancis tengah, di antaranya Avirignon, Lyon, bahkan sampai ke Rhoders, Cyprus, dan sebagian Sicilia, Italia, termasuk Sardinia.

Cordova dibangun mulai pada masa Abdurahman I (755 M). Keturunan Bani Umayyah ini membangun Masjid Agung Cordova yang indah dan megah, pengairan, arsitektur bermutu tinggi, dan sekolah-sekolah. Inilah awal munculnya peradaban baru, pusat ilmu pengetahuan yang sangat gemilang.

Cordova menjadi kota utama di Eropa, di saat Paris dan kota-kota di Eropa lainnya masih belum diterangi lampu, penduduk tinggal berpindah-pindah, dan jalan-jalan dari tanah dan batu.

Pembangunan dilanjutkan Abdurahman II, Abdurahman III, Al-Hakam II, dan Al-Mansur hingga periode keruntuhan 1492. Inilah masa keemasan Islam, yang menyumbangkan peradaban yang tidak terhingga bagi dunia modern, hingga hari ini. Pada masa ini, ketika negara-negara Eropa masih sangat redup, perpustakaan Cordova telah dikunjungi ratusan ribu orang.

Pada saat yang sama, perpustakaan Eropa hanya dikunjungi tak lebih seribu orang.
Manuskrip-manuskrip Yunani kuno, karya-karya Aristoteles, diterjemahkan peneliti-peneliti Arab dan diterjemahkan dalam bahasa Arab.

Dalam bidang filsafat, peneliti utama ketika itu, antara lain Ibnu Bajjah, yang dikenal dengan opusnya Tadbir Al-Mutawahhid. Tokoh yang hingga kini dikenal adalah Ibnu Rusyd, yang di dunia internasional dikenal dengan nama Averros (1126-1198 M).

Ibnu Rusyd melahirkan buku-buku kedokteran, di antaranya Al-Kulliyah fi Ath-Thaib. Dunia kedokteran sangat berutang padanya.

Sains, fisika, matematika, astronomi, kimia, zoologi, geologi, botani, dan ilmu-ilmu pengobatan bermula dari sini. Beberapa nama besar muncul di berbagai bidang, di antaranya Abbas bin Farnas (astronomi), Ibnu Batutah (pengeliling dunia), Ibnu Khaldun (perumus filsafat sejarah).

Kemajuan ilmu pengetauhan ini mendorong mahasiswa-mahasiswa Eropa, termasuk dari kaum Yahudi dan Kristen, belajar ke Cordova.

Selain Andalusia yang dikuasai Bani Umayyah, di Bagdad yang dipimpin Bani Abbasiyah perkembangan ilmu pengetahuan berjalan pesat. Dari sini lahir Al-Khwarizmi, yang terkenal dengan karyanya Al-Jabr wa al-Muqabala.

Dari sinilah kata Aljabar atau Algebra berasal. Ia mengembangkan sistem bilangan seperti yang kita ketahui saat ini. Buku-bukunya diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Dan, beberapa abad kemudian, kita mengenal chip-chip komputer, yang semua bermula dari sini. Nama yang tidak asing lainnya adalah Ibnu Sina, yang di Barat disebut Avicenna.

Ia menulis lebih 200 karya tentang kedokteran dan filsafat. Bukunya Al-Qanun fi’l At-Tibh (Kanun Kedokteran), menurut Ensiklopedi Britannica, merupakan buku yang paling terkenal dalam sejarah obat-obatan. Buku-bukunya dipejalari di universitas-universitas terkemuka dunia, jauh sebelum munculnya Leonardo da Vinci.

Perkembangan menakjubkan para intlektual Islam itu dan ditransfer mahasiswa-mahasiswa Eropa yang belajar di Andalusia, Bagdad, dan Istambul, itu kemudian menerangi Eropa. Apinya menjalar luar biasa, mendorong Eropa bangkit dan lahirlah Renaisans. Utang dunia pada Islam yang tidak terbayar hingga kini.

Memasuki periode 1086-1248 M, penguasa-penguasa Islam mulai lemah di Andalusia. Negara ini pecah menjadi 30 bagian. Konflik internal mendera mereka. Satu-satu kekuasaan Islam di Sevilla, Toledo, dan Cordova jatuh. Granada, yang di sini terletak Istana Alhambra, menjadi satu-satunya wilayah yang bertahan.

Namun, kembali konflik internal muncul. Ini bermula ketika Abu Abdullah, yang kecewa atas penunjukan saudaranya sebagai raja, mengundang Ferdinand dan Isabella membantunya menyingkirkan saudaranya.

Setelah tersingkir, Abu Abdullah naik tahta. Namun, Abdulllah kemudian disingkirkan pasukan Ferdinand dan Isabella. Dengan jatuhnya Abu Abdullah, berakhirlah Granada sebagai benteng terakhir Islam di Spanyol. Berakhirlah kekuasaan Islam selama 781 tahun. Hingga kini.

Kami meninggalkan Cordova menuju Granda. Di sepanjang perjalanan, pikiran melayang ke masa dahulu yang jauh dan tidak terbayangkan, kecuali kebanggan dan ironi. Puncak Gunung Siera Nevada, yang ditutupi salju, mulai hilang tenggelam dalam selimut malam. Waktu Magrib telah masuk. Kami tidak menemukan masjid di sini. (*)

Oleh Asro Kamal Rokan
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010