Saya pernah menjadi dosen tamu di salah satu perguruan tinggi di kota Bandung. Rumah saya di Bogor. Waktu tempuh Bogor-Bandung ketika itu rata-rata 4 jam. Agar tak terlambat, saya berangkat dari rumah biasanya sebelum subuh. Sembari menikmati udara p
Saya pernah menjadi dosen tamu di salah satu perguruan tinggi di kota Bandung. Rumah saya di Bogor. Waktu tempuh Bogor-Bandung ketika itu rata-rata 4 jam. Agar tak terlambat, saya berangkat dari rumah biasanya sebelum subuh. Sembari menikmati udara pegunungan, sholat subuh saya lakukan di masjid At-Ta’awun Puncak.

Pergi di pagi buta cukup nyaman. Jalan-jalan sangat lengang dan sunyi. Yang paling mengesankan adalah ikut sertanya nyamuk-nyamuk ke dalam mobil yang saya tumpangi. Mungkin mereka ikut masuk ketika saya sibuk menyiapkan mobil. Nyamuk itu dengan setia ikut di dalam mobil saya.

Ketika saya sarapan dia setia menunggu di dalam mobil. Saat saya mengajar pun dengan setia nyamuk itu menunggu di mobil.

Selesai mengajar saya pulang ke Bogor. Saya tiba di rumah pada hari yang sama sekitar pukul delapan malam. Pintu mobil saya buka, mungkin sang nyamuk juga ikut keluar dari mobil. Saya membayangkan, mungkin nyamuk yang ikut ke dalam mobil saya terbang kembali mencari teman-temannya. Lalu begitu bertemu dengan temannya dia bercerita ”eh tadi pagi saya berangkat ke Bandung, sekarang saya sudah sampai di sini lagi.”  

Teman-teman sang nyamuk pasti takkan percaya. Sebab, dalam wacana pergaulan nyamuk tak mungkin mereka sanggup terbang pergi-pulang Bogor-Bandung hanya dalam waktu satu hari. Tapi kenyataannya terjadi. Nyamuk itu memang mampu menempuh perjalanan Bogor-Bandung pergi pulang. Dia mampu karena dia ikut mobil saya yang bisa berlari kencang. Jauh lebih kencang dan lebih kuat dibanding kemampuannya.

Imajinasi sederhana ini juga bisa kita ibaratkan dalam kehidupan. Bila kita ingin melakukan pekerjaan-pekerjaan besar kita harus berada di ’kendaraan’ yang memungkinkan kita bisa berlari kencang. Kendaraan itu bisa berupa tempat kerja, organisasi, atau kelompok apa pun. Karenanya amat penting bagi kita memilih kendaraan yang tepat.

Bila kendaraan sudah kita pilih maka tugas kita selanjutnya adalah mengupayakan agar kendaraan itu mampu melaju makin kencang. Semakin cepat kendaraan itu melaju maka kita pun akan ikut terbawa. Bila tidak, dalam jangka panjang kemampuan dan potensi kita justru akan tenggelam.

Boleh jadi kita minder karena naik kendaraan yang tak laik jalan. Mungkin juga kita takut dan malu karena kendaraan sering ditilang oleh yang berwenang. Bisa jadi kita pun akan merasa kurang nyaman karena kendaraan mengeluarkan polusi yang mengganggu kesehatan dan kenyamanan orang lain.

Yang bisa kita lakukan dalam keadaan seperti itu, yang paling baik adalah berusaha kuat untuk tidak menjadi parasit di lingkungan kita. Bila kita bekerja di suatu perusahaan atau instansi pastikan bahwa kita tak memakan gaji buta. Jangan pernah posisi sebagai penumpang hanya tercantum di papan organisasi atau kartu nama belaka. Hindari semua perilaku yang akan menyebabkan kendaraan itu tak mampu melaju kencang.

Memakan gaji buta hanya akan membuat kendaraan kita tak bisa berlari kencang atau bahkan mogok. Kemungkinan lain kita mungkin takkan diterima menjadi penumpang kendaraan lain. Itu karena kita sudah dikenal sebagai orang yang membuat kendaraan sebelumnya mogok.

Sementara bila setiap penumpang mampu memberi kontribusi lebih maka kendaraan itu akan melaju semakin kencang. Reputasi kendaraan kita akan dikenal luas. Bukan tak mungkin kendaraan kita menjadi Top Brand di kelasnya. Nah bila ini terjadi, reputasi kita sebagai penumpang pun ikut terangkat. Jadi, pastikan sumbangsih kontribusi kita untuk kendaraan yang kita tumpangi melebihi manfaat yang kita terima. (***)

* Penulis adalah seorang inspirator Sukses Mulia

Oleh Jamil Azzaini
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009