Jakarta (ANTARA News) - Majelis hakim yang diketuai I Wayan Sedhana menyatakan pihaknya tetap akan membacakan amar putusan pada Senin (4/10), meskipun terdakwa pengedar narkotika yang sebelumnya dituntut sembilan tahun penjara, raib entah ke mana.

"Saya memang mendapat laporan dari jaksa yang bersangkutan tentang kaburnya terdakwa. Seandainya terdakwa tak berhasil ditangkap kembali, kami tetap akan menjatuhkan vonis. Soal terdakwa tak bisa dihadirkan, itu urusan kejaksaan," kata Wayan, di ruang kerjanya di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis.

Terdakwa Syahrudin alias Batek dilaporkan menghilang dari pengadilan pada pekan lalu (21/9), beberapa saat setelah dia dituntut sembilan tahun penjara, plus denda Rp1 miliar dengan subsider enam bulan kurungan. Dia dinyatakan terbukti bersalah memiliki dan mengedarkan sejumlah narkotika, sebagaimana diatur dalam Pasal 114 UU Nomor 35 Tahun 1999 tentang Narkotika.

Jaksa Penuntut Umum dalam kasus ini adalah Fitria Tambunan dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, namun tuntutan atas terdakwa dibacakan oleh penggantinya, A.Erwandhyaksa, dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat.

Dalam kaitan ini, para pejabat terkait di Kejaksaan Negeri Jakarta Barat dikabarkan kompak melakukan gerakan "tutup mulut", ketika dikonfirmasi wartawan.

Pengadilan yang sama melalui majelis hakim yang diketuai Jannes Aritonang belum lama ini juga menjatuhkan vonis dalam kasus pemalsuan dokumen, tanpa kehadiran terdakwa Ir. Hasan. Hanya saja, dalam kasus ini terdakwanya memang tidak ditahan, sementara Syahdrudin berstatus sebagai tahanan sementara di Rumah Tahanan Negara (Rutan).

Menurut pengamatan ANTARA, pengawasan terhadap terdakwa oleh pihak kejaksaan di pengadilan tersebut terkesan sangat lemah, sehingga sangat memungkinkan terdakwa kabur.

Dari ruang tahanan pengadilan, para terdakwa memang dibawa ke ruang sidang dengan tangan diborgol. Namun, setelah borgolnya dibuka, tak sedikit di antaranya harus menunggu berjam-jam menunggu giliran disidangkan. Sudah begitu, jaksanya pun sibuk mondar-mandir ke sana ke mari menghubungi panitera pengganti atau mejelis hakim lain, karena satu orang jaksa terkadang harus menyidangkan belasan berkas perkara per hari dengan majelis hakim yang berbeda-beda pula.

Kondisi itu diperunyam lagi dengan "penyakit kronis" lain, yakni sangat lambatnya pihak kejaksaan mendatangkan para terdakwa dari Rutan ke pengadilan, bahkan ada yang baru datang setelah pukul 14.00 WIB. (*)

(T.H-KWR/r009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010