kami memanfaatkan momen ini untuk meningkatkan kualitas manajemen industri dan kompetensi sumber daya manusia
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berupaya mendukung penguatan daya saing industri melalui penguatan standar sistem manajemen industri di tengah pandemi COVID-19, salah satunya melalui bimbingan teknis kepada 2.000 peserta industri yang merupakan binaan Kemenperin di seluruh Indonesia.
"Tentunya sejalan dengan tekad pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan industri nasional yang berdaya saing global, kami memanfaatkan momen ini untuk meningkatkan kualitas manajemen industri dan kompetensi sumber daya manusia," kata Menperin saat meresmikan Bimtek Akbar untuk 2.000 peserta industri secara virtual di Jakarta, Kamis.
Menperin berharap dengan diadakannya Bimtek tersebut, Sumber Daya Manusia (SDM) industri dapat memahami persyaratan standar sistem manajemen yang diakui secara internasional seperti SNI ISO 9001:2015 tentang Sistem Manajemen Mutu, SNI ISO 9011:2018 tentang Pedoman Audit Sistem Manajemen, SNI ISO 14000:2015 tentang Sistem Manajemen Lingkungan, SNI ISO/IEC 17025:2017 tentang Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi.
Selain itu HAS 23000 tentang Sistem Jaminan Halal, IATF 16949:2016 tentang Sistem Manajemen untuk Industri Otomotif, SMK3 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Baca juga: Kemenperin akan tambah SNI wajib untuk produk logam
"SDM industri juga perlu memahami regulasi terkait dalam melaksanakan kegiatan industri seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan bidang Perindustrian, PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Sistem Perijinan Berusaha, serta regulasi-regulasi terkait Lisensi Tanda SNI Produk (Sukarela), Sertifikat Merek, Tingkat Kandungan Dalam Negeri, dan Industri 4.0," ujar Menperin Agus.
Menperin menambahkan Standar Nasional Indonesia (SNI) di bidang industri adalah ketentuan-ketentuan terhadap hasil produksi industri yang menyangkut bentuk, ukuran, komposisi, mutu serta menyangkut cara mengolah, cara menggambar, cara menguji, yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan berlaku di seluruh Indonesia.
Penerapan SNI di bidang industri, baik yang diterapkan secara sukarela maupun wajib dilakukan melalui sertifikasi yaitu rangkaian kegiatan Penilaian Kesesuaian yang berkaitan dengan pemberian jaminan tertulis bahwa barang dan/atau jasa industri telah memenuhi SNI atau Standardisasi Industri.
Pemberlakuan SNI wajib selain mempertimbangkan mempertimbangkan aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup, juga mempertimbangkan aspek daya saing produsen nasional dalam persaingan usaha yang sehat, kemampuan dan kesiapan dunia usaha nasional, serta memperhatikan kepentingan nasional lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Baca juga: Perkuat SNI, Kemenperin-BSN tingkatkan kepastian jaminan pengukuran
"Oleh karena itu, pemberlakuan SNI secara wajib merupakan salah satu upaya pemerintah melalui dukungan regulasi untuk meningkatkan daya saing industri nasional dengan memproduksi barang subtitusi impor sehingga tercapai target subtitusi impor sebesar 35 persen pada 2022," ujar Menperin.
Sampai dengan saat ini Kemenperin telah memberlakukan SNI wajib bagi 121 produk industri dalam 357 pos tarif, mencakup hasil perkebunan, agro, kimia hulu dan hilir, bahan galian non logam, tekstil, alas kaki, permesinan, alat transportasi, elektronika, logam besi baja, dan produk IKM seperti mainan dan korek api gas.
Sementara SNI bidang industri yang telah ditetapkan adalah sebanyak 5.062 atau 37 persen dari total jumlah SNI sebanyak 13.518.
Pemberlakuan SNI secara wajib juga didukung oleh Lembaga Penilaian Kesesuaian yang ditunjuk oleh Menperin terdiri dari 52 Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) dan 89 Laboratorium Penguji.
Baca juga: Kemenperin perkuat regulasi SNI, tingkatkan daya saing industri
Baca juga: Kemenperin bimbing IKM pakaian bayi terapkan SNI wajib
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021