Jakarta (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menolak pemutaran film yang di dalamnya memuat kehidupan homoseksualitas karena tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam dan budaya bangsa.

Pernyataan itu ditegaskan Ketua MUI KH Ma`ruf Amin, Ketua MUI Umar Shihab, dan Wakil Sekjen MUI Amirsyah Tambunan kepada pers di Jakarta, Kamis, dalam mensikapi festival film internasional yang digelar Goethe Institute.

MUI bersama ormas Islam, ujarnya, memberikan apresiasi kepada pemerintah yang secara tegas menolak dan menghentikan kegiatan Festival Film yang akan memutar kehidupan homoseksualitas tersebut.

MUI juga memberikan apresiasi kepada aparat penegak hukum yang juga mengatasi persoalan ini secara damai dan santun.

MUI juga meminta Lembaga Sensor Film (LSF) juga menolak pemutaran film tersebut dan selanjutnya dalam melakukan seleksi dan sensor film dilakukan dengan memperhatikan nilai agama yang senantiasa menjunjung tinggi martabat kemanusiaan.

MUI mengimbau kepada pemerintah atau perwakilan asing di Indonesia agar menghargai kedaulatan negara Indonesia yang tidak boleh diintervensi pihak manapun dalam mengembangkan seni budaya.

"MUI menyerukan agar segenap bangsa menolak segala bentuk intervensi asing yang mengembangkan seni budaya yang bertentangan dengan konstitusi NKRI dan UU Pornografi no 44 tahun 2008," katanya.

Soal alasan kebebasan dan HAM yang sering digunakan kalangan homoseksualitas, dikatakan Ma`ruf Amin, justru aneh, karena HAM bukannya tanpa batasan, tetapi dibatasi nilai-nilai masyarakat dan hak orang lain.

"Justru ini sangat bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM) karena pada dasarnya HAM diciptakan Allah dengan fitrah berpasang-pasangan melalui perkawinan yang sah. Perkawinan sejenis hukumnya haram," katanya.

Soal adanya alasan bahwa film itu untuk menangkal penyebaran HIV/Aids, menurut dia, alasan itu dibuat-buat karena penangkalan tidak harus dengan festival film.

"Justru dengan festival itu namanya menyebarluaskan perilaku menyimpang dan meresahkan masyarakat, bukannya pencerahan," katanya.
(ANT/A024)

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010