Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta pemerintah menunda rencana pembelajaran tatap muka (PTM) pada tahun ajaran baru, seiring dengan kenaikan kasus COVID-19.

“Melihat dari data tersebut, saya sebagai Ketua DPD RI meminta kepada pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk menunda rencana sekolah tatap muka,” ujar LaNyalla dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu.

Senator asal Jawa Timur itu juga meminta pemerintah mempertimbangkan rencana sekolah tatap muka yang akan dilakukan secara terbatas dengan protokol kesehatan karena risiko terpaparnya anak dari COVID-19 masih sangat besar. Apalagi, anak-anak masih sulit menerapkan protokol kesehatan seperti orang dewasa.

“Satgas COVID-19 menyatakan data per 10 Juni 2021, tren kasus pada anak cukup tinggi. Padahal kita tahu saat ini sebagian besar anak masih melakukan sekolah jarak jauh dari rumah tetapi ternyata kasus pada anak juga cukup tinggi,” tambah dia.

Berdasarkan data Satgas COVID-19 itu, terdapat 64.690 kasus positif pada anak dengan rentang usia 7-12 tahun. Sebanyak 60.642 sembuh, sementara ada 120 kasus kematian.

Kemudian pada anak usia 16-18 tahun yang positif COVID-19 sebanyak 58.858 sedangkan yang sembuh 55.159 dengan jumlah kematian 130. Lalu 46.706 kasus untuk usia 13-15 tahun dengan jumlah anak meninggal dunia 68 orang.

“Ini menunjukkan angka kasus COVID-19 untuk anak usia sekolah sangat tinggi. Untuk kategori SD dan SMA ini termasuk kelompok yang terpapar kasusnya tinggi dan harus jadi perhatian bersama. Dari data ini dapat disimpulkan peta risiko penularan COVID-19 di satuan pendidikan cukup besar,” kata LaNyalla.

Hingga saat ini, sudah sekitar 32,19 persen sekolah yang melakukan PTM terbatas per 17 Juni. Namun LaNyalla menyoroti data dari Kementerian Kesehatan yang menyatakan kesiapan sekolah dalam pencegahan Covid-19 saat ini masih rendah.

“Masih kurangnya kesiapan sekolah dari segi ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan seperti toilet bersih, sarana cuci tangan dengan air mengalir menggunakan sabun atau cairan pembersih tangan, dan disinfektan, ini juga harus jadi pertimbangan penundaan sekolah tatap muka meski dilakukan hanya seminggu dua kali dengan kapasitas kelas 50 persen,” paparnya.

Menurut LaNyalla, Kemenkes juga sudah mencatat rendahnya kemampuan sekolah mengakses fasilitas kesehatan layanan kesehatan seperti Puskesmas, klinik, dan rumah sakit. Kemudian juga terkait kesiapan menerapkan area wajib masker kain atau masker tembus pandang bagi yang memiliki peserta disabilitas rungu.

Selain itu kesiapan berupa ketersediaan thermogun dan pemetaan warga satuan pendidikan yang tidak boleh melakukan kegiatan dari satuan pendidikan seperti memiliki komorbid. Vaksinasi COVID-19 kepada tenaga pendidik juga masih belum sempurna.

“Sementara saat ini beban Puskesmas sangat besar. Apalagi banyak tenaga kesehatan yang terpapar COVID-19 saat menjalankan tugasnya sehingga harus menjalani isolasi mandiri,” terang LaNyalla.

Mantan Ketua Umum PSSI itu juga menyoroti keterisian tempat tidur atau Bed Occupancy Rate (BOR) yang saat ini kritis. LaNyalla pun meminta pemerintah untuk menambah lagi kapasitas ruang perawatan untuk pasien anak.

“Pemerintah harus menyediakan fasilitas ruang NICU dan ICU khusus Covid bagi pasien usia anak. Karena kritisnya ruang ICU dan NICU di berbagai daerah di Indonesia mengakibatkan pasien usia anak yang positif COVID-19 sulit diselamatkan saat kondisi mereka kritis,” tegas dia.

Sebagai ganti penundaan sekolah tatap muka, LaNyalla meminta agar pemerintah memaksimalkan sistem pembelajaran jarak jauh. Meski kurang ideal, kondisi COVID-19 yang sudah mengkhawatirkan menjadikan sekolah jarak jauh sebagai solusi terbaik.

“Maksimalkan pembelajaran jarak jauh dengan melibatkan pihak-pihak yang memiliki korelasi dengan pendidikan dan anak, seperti NGO dan relawan-relawan pemerhati anak yang fokus terhadap kegiatan mengajar agar pembelajaran lebih intensif,” ucap LaNyalla.

DPD melaui Komite III yang membidangi pendidikan dipastikan akan ikut memantau perkembangan mengenai rencana sekolah tatap muka. LaNyalla juga mengimbau agar percobaan sekolah tatap muka untuk sementara disetop dahulu, kecuali bagi daerah yang berstatus zona hijau.

“Saya pun berharap kepada orang tua murid untuk lebih memperhatikan anak-anaknya. Dampingi selalu anak-anak saat belajar dari rumah, dan hindari dulu beraktivitas di luar karena penyebaran virus COVID-19 varian baru yang sangat cepat,” harap dia.

Baca juga: FSGI minta uji coba PTM di daerah dihentikan
Baca juga: PTM di kampus diutamakan prodi yang membutuhkan kompetensi teknis
Baca juga: Jazilul sarankan PTM ditunda pasca-munculnya varian baru COVID-19

Pewarta: Indriani
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2021