Yogyakarta (ANTARA News) - Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan akan tetap mempertahankan Surat Keputusan Bersama 2 Menteri yang mengatur tentang pendirian rumah ibadah tanpa perlu melakukan revisi terhadap surat keputusan yang dikeluarkan pada 2006.
"SKB (surat keputusan bersama) yang ditandatangani Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri itu akan tetap dipertahankan, bila perlu justru ditingkatkan statusnya sehingga akan lebih baik lagi," katanya setelah membuka World Zakat Forum di Yogyakarta, Rabu.
Menurut dia, surat keputusan itu diperlukan sebagai pedoman dalam pembangunan rumah ibadah di Indonesia sehingga tidak akan muncul rasa saling curiga di antara umat beragama di Indonesia saat akan melakukan pembangunan rumah ibadah.
Apabila tidak ada aturan dalam pembangunan rumah ibadah, katanya, maka akan meningkatkan kerawanan di dalam masyarakat karena potensi konflik cukup besar.
Ia mengatakan, kasus yang terjadi di gereja HKBP Bekasi beberapa waktu yang lalu bukan merupakan masalah agama, atau masalah antar umat beragama tetapi akar permasalahan tersebut terletak pada kepatuhan dalam mendirikan rumah ibadah.
"Tidak benar jika ada pihak yang mengatakan umat Islam menghambat pembangunan rumah ibadah agama lain. Islam tidak melakukan diskriminasi dengan umat lain," katanya.
Ia mengatakan, tidak adanya diskriminasi dari umat Islam ke umat lain tersebut dapat dilihat dari perkembangan pembangunan rumah ibadah dalam periode 1977 hingga 2004, karena perkembangan pembangunan rumah ibadah umat Islam terkecil dibanding agama lain.
Perkembangan rumah ibadah umat Islam pada kurun waktu tersebut adalah 64 persen, Kristen mencapai 150 persen, Budha sebesar 360 persen dan Hindu 400 persen.
Dukungan untuk tidak melakukan revisi atas surat keputusan tersebut juga dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) seperti pernah dinyatakan oleh Ketua MUI Bidang Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Amrullah Ahmad.
Ia mengatakan, surat keputusan tersebut merupakan salah satu upaya untuk menjaga kerukunan umat beragama karena pembangunan rumah ibadah memiliki potensi konflik yang cukup besar di masyarakat.
Selain itu, ia mengatakan bahwa syarat pembangunan rumah ibadah yang tercantum di surat keputusan tersebut juga sudah lebih moderat, misalnya dari kewajiban untuk mendapatkan izin sebanyak 200 kepala keluarga menjadi 90 kepala keluarga di sekitar lokasi tempat pembangunan rumah ibadah.
(E013/A024)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010