Padang (ANTARA News) - Tanggal 30 September menjadi tanggal sejarah bagi masyarakat Sumatera Barat, karena pada tanggal tersebut di 2009 terjadi bencana dahsyat gempa bumi berkekuatan 7,9 SR yang menguncang sejumlah wilayah di daerah ini dan merenggut lebih dari 1.195 nyawa.

Kini satu tahun pascagempa, upaya pemulihan daerah dan masyarakat Sumbar dari dampak bencana memang telah dilakukan, namun di lapangan kebutuhan utama para korban untuk bantuan membangun kembali tempat tinggalnya seperti "jauh panggang dari api".

Gempa bumi berkekuatan 7,9 SR diikuti tanah longsor itu selain menyebabkan 1.195 orang meninggal, ribuan orang luka-luka dan puluhan ribu warga mengungsi juga menimbulkan kerugian materil ditaksir bernilai total Rp21,58 triliun.

Kerugian terbesar dalam bencana ini akibat kerusakan perumahan milik masyarakat yang mencapai 74 persen dari total kerugian.

Berdasarkan verifikasi final Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan sebanyak 249.833 unit rumah milik masyarakat rusak akibat gempa dan tanah longsor yang terdiri dari 114.797 unit rusak berat atau roboh rata dengan tanah, 67.198 unit rusak sedang dan 67.838 unit rusak ringan.

Besarnya kerugian masyarakat membuat upaya menyaluran bantuan untuk membangun kembali tempat tinggal yang rusak menjadi isu paling penting dalam proses penulihan Sumbar pascagempa.

Realisasi bantuan untuk membangun kembali rumah yang rusak, menurut Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstuksi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar, Oktavianus, pemerintah daerah Sumatera Barat (Sumbar) baru menerima dana bantuan rehabilitasi dan rekonstrusi sebanyak Rp313,9 miliar dari pemerintah pusat.

Sedangkan kebutuhan dana total untuk melaksanakan aksi rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah mencapai Rp4,61 triliun, tambahnya.

Dana yang telah diterima tersebut adalah untuk bantuan tahap I yang dianggarkan pemerintah pusat pada 2009 untuk pilot project (percontohan) aksi rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilaksanakan pada 2010.

Dana pilot project tersebut dibagi secara proposional di tujuh daerah kabupaten/kota yang terkena dampak gempa 7,9 SR diikuti tanah longsor yang melanda Sumbar 30 September 2009.

Ia menyebutkan, dana diterima Rp313,9 miliar itu terdiri dari bantuan untuk perbaikan rumah masyarakat yang rusak berat dan rusak sedang dengan dana dialokasikan Rp114,5 miliar.

Sedangkan sisanya, sekitar Rp219,4 miliar dialokasikan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi sarana prasarana umum, sosial dan ekonomi produktif, tambahnya.

Pada pilot percontohan dibangun kembali 7.636 unit rumah warga yang rusak dari total 249.833 unit rumah warga yang rusak dalam bencana itu.

Rumah proyek percontohan itu dibangun pada 12 kabupaten/kota yang terkena gempa dan tanah longsor dengan dana total dana dibutuhkan Rp114,51 miliar bersumber dari bantuan pemerintah pusat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Rumah percontohan paling banyak dibangun di Kabupaten Padang Pariaman mencapai 3.575 unit, disusul di Kota Padang (2.200), Kota Pariaman dan Kabupaten agam masing-masing 725 unit, Kabupaten Pasaman (220), Kabupaten Pesisir Selatan (175), Kabupaten Solok (136) dan di Kota Padang Panjang serta Kabupaten Pasaman Barat masing-masing 37 unit.

Berikutnya di Kabupaten Tanah Datar dibangun 25 unit, Kota Solok (4) dan di Kabupaten Mentawai (3), tambahnya.

Kondisi rumah percontohan yang dibangun kembali itu dengan rincian, 6.185 unit rusak berat dan 1.451 unit rusak sedang, kata Oktavianus.

Ia menjelaskan, biaya pembangunan kembali rumah itu yang dibantu pemerintah adalah Rp15 juta per unit untuk rumah rusak berat dan Rp10 juta per unit untuk yang rusak sedang.

Pembiayaan juga dilakukan dengan dua tahap, dimana masing-masing tahap 50 persen atau Rp7,5 juta per unit untuk rumah rusak berat dan Rp5 juta per unit untuk yang rusak sedang.

Tahap I pembiayaan itu diwajibkan untuk pembelian bahan bangunan yang dibuktikan dengan kwitansi pembelian dan fisik bahan yang dibeli.

Sementara itu, untuk rehabilitasi tahap II direncanakan sebanyak 143.270 unit rumah yang rusak berat dan sedang akan dibangun kembali, terdiri dari 54.545 unit yang rusak berat dan 143.270 unit rusak sedang tersebar pada 14 kabupaten/kota yang terkena dampak gempa yang diikuti tanah longsor.

Rehabilitasi dan rekonstruksi Sumbar tahap II membutuhkan dana lebih dari Rp2,47 triliun dan Pemerintah daerah Sumbar akan menerima bantuan dana awalnya untuk tahap I sebanyak Rp350 miliar dari pemerintah pusat.

Total dana tahap II sekitar Rp2,47 miliar dan yang telah ditandatangani MoU-nya dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Rp350 miliar, sedangkan sisanya direncanakan turun Oktober 2010, katanya.

Melihat kondisi di lapangan di mana rumah yang telah dibangun kembali jauh lebih kecil jumlahnya dari yang rusak, menimbulkan sorotan atas kinerja pemerintah daerah dalam mendistribusikan bantuan bagi masyarakat.

Pemerintah provinsi Sumbar perlu lebih giat melobi pemerintah pusat agar dana bantuan yang dijanjikan bisa cepat terealisasi sehingga semakin banyak rumah korban gempa yang bisa dibangun kembali, kata Ketua DPRD Sumbar, Yulteknil.

Memang lambatnya pembangunan kembali rumah korban gempa tidak lepas dari kondisi keuangan daerah Sumbar pascagempa dan sangat berharap bantuan dari pusat dan lembaga bantuan internasional, tambahnya.

Tidak bisa mengandalkan APBD Sumbar dan harus atas bantuan pusat serta internasional untuk membantu Sumbar. Dalam hal ini dibutuhkan pendekatan yang lebih gencar dari pemerintah Sumbar termasuk kepada departemen-departemen terkait untuk mengalokasikan dana APBD guna membantu Sumbar.

Ia menyebutkan, Gubernur Sumbar yang baru menyatakan akan menuntaskan realisasi seluruh bantuan bagi daerah ini dalam dua bulan ke depan.

Kita tunggu realisasi pernyataan gubernur tersebut dan diharapkan bisa terwujud hingga akhir 2010, sehingga semakin cepat rumah-rumah korban dibangun kembali, kata Yulteknil.

Ia mengakui, tidak mudah untuk merealisasikan bantuan gempa secepatnya dan dibutuhkan proses panjang untuk itu.

Meski demikian, pemerintah pusat dan pihak lain terkait dengan realisasi bantuan gempa Sumbar diharapkan tidak terlalu kaku dengan totalitas prosedur birokrasi yang panjang, tambahnya.

"Jangan terlalu banyak birokrasi itu, mohon realisasi bantuan gempa dapat disegerakan sehingga korban tidak terlalu lama mendapat dana untuk membangun kembali rumahnya," kata Yulteknil.

Ia menilai, jika kondisi masih seperti saat ini maka kemungkinan pemulihan Sumbar pascagempa bisa membutuhkan waktu lima tahun lebih.

Terkait beberapa kegiatan seremoni yang dilaksanakan untuk mengenang satu tahun gempa Sumbar atau persiapan-persiapan dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi, Yul berharap, kegiatan-kegiatan seperti itu agar dikurangi dan lebih baik dananya dialihkan untuk mempercepat realisasi bantuan kepada para korban.

Harapan ini juga disampaikan, ahli gempa dari Universitas Andalas yang juga Ketua Himpunan Ahli Geologi Indonesia (HAGI) Sumbar, Dr Bahrul Mustafa Kamal, yang menilai kegiatan seremonial terkait pemulihan pascagempa boleh-boleh saja, namun yang lebih penting adalah realisasi di lapangan.

"Rasanya kurang pas jika banyak seremoni, namun rumah korban masih banyak belum mendapat bantuan dan terus menunggu menerima bantuan dalam waktu yang tidak pasti," katanya. (H014/K004)

Oleh Oleh Hendra Agusta
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010