London (ANTARA News) - Persatuan Pelajar Indonesia di Inggris (PPI UK) mempertanyakan kehadiran anggota Komisi III DPR RI yang mengadakan studi banding masalah keimingrasian di Kerajaan Inggris.
Jurubicara Ketua Komisi III Dr Azis Syamsudin mengklarifikasi kedatangan mereka adalah kunjungan kerja resmi yang disahkan rapat pleno, bukan study banding seperti yang diberitakan media, ujar Andhika Gannesha Gemilang, Divisi. IT & Media PPI UK dalam keterangannya kepada Antara London, Senin.
Dalam diskusi dengan anggota PPI UK dengan moderator Saharman ,sebagai perwakilan pelajar , Dr Azis Syamsudin mengatakan bahwa kedatangan Komisi III adalah untuk mempelajari bagaimana UK Border Agency memayungi setidaknya empat institusi pemerintahan yaitu Imigrasi, Tax office, Polisi, dan Cukai.
Menurut Dr Azis Syamsudin, UKBA juga memiliki dana bersama yang dapat digunakan oleh keempat institusi diatas untuk operasional di perbatasan.
Andhika Gannesha Gemilang, menyebutkan Komisi III membahas usulan pemerintah terkait dengan dua poin yaitu Apakah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Imigrasi dapat diberikan `Hak Penyidikan`, Perlukah eksistensi Atase Imigrasi di setiap Kedutaan.
Lalu bagaimana pemisahan otoritas dan pengelolaan anggaran terkait penyatuan keempat institusi tersebut dan upaya pencegahan terjadinya konflik diantara institusi tersebut, ujarnya.
Andhika menyayangkan tidak satupun `hasil` yang telah mereka peroleh selama `kunjungan kerja resmi` ke Inggris itu dipaparkan dalam diskusi.
Saat menjawab pertanyaan dari mahasiswa hokum Andrew mengenai UU yang akan dihasilkan dari kunjungan ini, Dr Azis Syamsudin menjawab tidak adanya jaminan bahwa UU keimigrasian nanti akan `sukses`.
"Beliau menegaskan ada banyak RUU lainnya yang akhirnya tidak jadi dikeluarkan walaupun sudah dilakukan kunjungan kerja ke negara lain," ujar Andhika Gannesha Gemilang.
Menanggapi kritis seputar suap-menyuap dalam proses pengurusan dokumen imigrasi yang diutarakan salah seorang anggota PPI UK Nazarudin, Ketua Komisi III menekankan fungsi DPR sebagai pembentuk UU. Sehingga `Jangkauan` wewenang Dewan tidak sampai pada operasional institusi.
Diakuinya memang komplain terkait masalah pengurusan dokumen namun ia tidak tepat diutarakan ke anggota Dewan, melainkan langsung ke pemerintah.
Menurut Andhika Gannesha Gemilang, sebenarnya masih ada lagi pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan, yang tidak terjawab karena `keterbatasan waktu`.
Pertemuan dengan komisi 3 anggota DPR-RI yang difasilitasi oleh PPIUK di KBRI London pada kesempatan ini bertujuan untuk meluruskan isu-isu miring mengenai studi banding yang kerap dilakukan anggota dewan.
Khusus hari ini, Anggota DPR dari Komisi III yang dipimpin oleh DR. Aziz Syamsuddin menegaskan bahwa kegiatan ini bukan studi banding, melainkan kunjungan kerja dalam rangka pembahasan RUU Keimigrasian.
Diskusi berlangsung selama kurang lebih 60 menit yang dimulai pada pkl. 17.30 BST
Sementara itu Andrew Sutedja, S.H. mahasiswa LL.M in Commercial Law, the University of Sheffield mengakui bahwa PPI UK merasa prihatin akan adanya kemungkinan hasil yang tidak signifikan dari kunjungan kerja tersebut bagi perbaikan sistem hukum di tanah air.
Seperti yang disampaikan Dr. Aziz Syamsuddin tidak tertutup dalam UU Keimigrasian tetapi juga bagi UU lainnya yang menurubahwa tiap UU di pasti dilakukan komparasi ke beberapa UU serupa di negara-negara lain.
Yang terpenting adalah pembelajaran yg dilakukan di negara lain dapat memberikan perubahan yang signifikan terhadap perbaikan system hukum di tanah air di masa mendatang dan terutamanya terbebas dari birokrasi yang cenderung berbelit-belit, suap/korupsi.
Selain itu pula UU yang dibuat harus dapat memberikan kepastian hokum dan sedikit mungkin memberikan celah bagi penyalahgunaan hukum itu sendiri di masa mendatang. Memang yang dituntut disini bukan berapa lama UU dapat bertahan tapi kualitas dr hukum itu sendiri dan diperlukan konsistensi dr pemerintah sendiri untuk mengimplementasikan hukum itu sendiri.
Kalau sekedar membandingkan mengenai pemberlakuan UU di Luar Negeri, mengapa harus dalam bentuk kunjungan kerja? Kenapa tidak dengan tindakan yang lebih mudah diaplikasi dan efektif dengan memanfaatkan jurnal online, buku atau informasi website atau mungkin peran pelajar di luar negeri lebih digerakkan mengingat para pelajar Indonesia di luar negeri juga ada yang mempelajari hukum, atau bidang-bidang lain.
Bukankah para pelajar ini adalah duta bangsa juga di luar negeri? Kenapa peran ini tidak dimanfaatkan?, tanya Andrew Sutedja, S.H. yang menyebutkan bahwa hal itu merupakan bukti kepedulian PPIUK dalam menjaga kedaulatan dan harga diri NKRI. (ZG/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010