Baghdad (ANTARA News/AFP) - Tujuh orang, termasuk lima aparat keamanan dan pegawai badan pengawas anti-korupsi, tewas dalam kekerasan di Baghdad dan Irak tengah, Minggu, kata sejumlah pejabat keamanan.
Serangan bom mobil di kota Garma, 50 kilometer sebelah timur Baghdad, menewaskan tiga polisi, termasuk seorang letnan kolonel, kata Letnan Kolonel Hatif al-Dulaimi.
Ledakan itu, yang ditujukan pada pos pemeriksaan polisi di kota tersebut, terjadi sekitar pukul 13.00 (pukul 17.00 WIB) dan juga melukai enam orang, termasuk tiga polisi. Garma terletak di provinsi Anbar yang berpenduduk mayoritas Sunni.
Juga Minggu, seorang pegawai badan pengawas anti-korupsi Irak yang bernama Laith Mohaned tewas ditembak oleh orang-orang bersenjata tak dikenal di jalan menuju bandara, kata seorang pejabat kementerian dalam negeri.
Dalam insiden lain, penyerang membunuh dua aparat keamanan Irak di pusat kota Baghdad, kata pejabat kementerian dalam negeri itu.
Salah seorang dari mereka adalah kolonel angkatan darat Irak yang dibunuh di distrik komersial Karrada oleh dua orang yang menggunakan pistol dengan peredam suara sekitar pukul 21.00 (Senin pukul 01.00 WIB). Polisi telah menangkap kedua orang itu, katanya.
Korban yang lain adalah Kapten Polisi Haidar Mazhar, yang dibunuh di dekat taman kota Zawraa oleh orang-orang yang juga menggunakan pistol dengan peredam suara.
Pejabat itu menambahkan, sebuah bom pinggir jalan meledak di tempat pengisian bahan bakar di Jalan Saadun di Baghdad pusat, Minggu pagi, melukai lima orang, sementara dua serangan bom lain yang terjadi distrik-distrik timur dan barat di ibukota Irak tersebut mencederai enam orang lain.
Dua mortir juga ditembakkan ke Zona Hijau Baghdad yang dijaga sangat ketat, yang menjadi tempat sejumlah kedutaan besar asing dan kantor pemerintah. Tidak ada korban yang dilaporkan dalam serangan itu.
Di kota Irak tengah, Baquba, sebelah timurlaut Baghdad di provinsi bergolak Diyala, sebuah "bom tempel" magnetis yang dipasang di mobil menewaskan satu orang dan melukai lima lain, kata komando keamanan provinsi.
Kekerasan itu terjadi hanya beberapa pekan setelah berakhirnya operasi tempur AS di Irak pada 31 Agustus.
Penarikan pasukan Amerika dilakukan bertepatan waktunya dengan meningkatnya serangan bom mobil dan penembakan yang ditujukan pada pasukan Irak yang mengambil alih tanggung jawab keamanan dari pasukan AS sejak 2009.
Ratusan orang tewas dalam gelombang kekerasan terakhir, termasuk sejumlah besar polisi Irak, namun AS tetap melanjutkan penarikan pasukan dari negara itu.
Meski kekerasan tidak seperti pada 2006-2007 ketika konflik sektarian berkobar mengiringi kekerasan anti-AS, sekitar 300 orang tewas setiap bulan tahun ini, dan Juli merupakan tahun paling mematikan sejak Mei 2008.
Militer AS menyelesaikan penarikan pasukan secara besar-besaran pada akhir Agustus, yang diumumkannya sebagai akhir dari misi tempur di Irak, dan setelah penarikan itu jumlah prajurit AS di Irak menjadi sekitar 50.000.
Penarikan brigade tempur terakhir AS dipuji sebagai momen simbolis bagi keberadaan kontroversial AS di Irak, lebih dari tujuh tahun setelah invasi untuk mendongkel Saddam.
Namun, pasukan AS terus melakukan operasi gabungan dengan pasukan Irak dan gerilyawan Kurdi Peshmerga di provinsi-provinsi Diyala, Nineveh dan Kirkuk dengan pengaturan keamanan bersama di luar misi reguler militer AS di Irak.
Para pejabat AS dan Irak telah memperingatkan bahaya peningkatan serangan ketika negosiasi mengenai pembentukan pemerintah baru Irak tersendat-sendat, beberapa bulan setelah pemilihan umum parlemen di negara itu.
Jumlah warga sipil yang tewas dalam pemboman dan kekerasan lain pada Juli naik menjadi 396 dari 204 pada bulan sebelumnya, menurut data pemerintah Irak.
Sebanyak 284 orang -- 204 warga sipil, 50 polisi dan 30 prajurit -- tewas pada Juni, kata kementerian-kementerian kesehatan, pertahanan dan dalam negeri di Baghdad kepada AFP.
Menurut data pemerintah, 337 orang tewas dalam kekerasan pada Mei.
Kekerasan di Irak mencapai puncaknya antara 2005 dan 2007, kemudian menurun tajam, dan serangan-serangan terakhir itu menandai terjadinya peningkatan.
Hampir 400 orang tewas dan lebih dari 1.000 lain cedera tahun lalu dalam serangan-serangan bom terkoordinasi di sejumlah gedung pemerintah, termasuk kementerian-kementerian keuangan, luar negeri dan kehakiman pada Agustus, Oktober dan Desember.
Pemilihan umum pada 7 Maret tidak menghasilkan pemenang yang jelas dan bisa memperdalam perpecahan sektarian di Irak, yang menimbulkan kekhawatiran mengenai peningkatan kekerasan ketika para politikus berusaha berebut posisi dalam pemerintah koalisi yang baru.
Rangkaian serangan dan pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni 2009 telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melindungi penduduk dari serangan-serangan gerilya seperti kelompok militan Sunni Al-Qaeda.
Gerilyawan yang terkait dengan Al-Qaeda kini tampaknya menantang prajurit dan polisi Irak ketika AS mengurangi jumlah pasukan menjadi 50.000 prajurit pada 1 September 2010, dari sekitar 170.000 pada puncaknya tiga tahun lalu. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010