"Apabila tidak kunjung tuntas dibahas RUU itu menjadi indikasi bahwa negara tidak serius dalam memberikan perlindungan bagi masyarakat hukum adat," kata Teras Narang melalui rilis diterima di Palangka Raya, Minggu.
Padahal, lanjut dia, dalam sistem sosial dan bangunan kehidupan masyarakat hukum adat, Pancasila hidup dan kearifannya digali oleh Presiden Soekarno untuk dijadikan sebagai dasar negara yang menjadi sumber dari segala sumber hukum negara.
Senator asal Kalimantan Tengah itu mengatakan, jangan sampai menyebut negara ini Pancasila, tapi melupakan ruang sosial yang melahirkan dasar negara ini. Presiden Jokowi pun yang terpilih memimpin negara ini, tidak lepas dari dukungan masyarakat hukum adat.
Baca juga: Menteri LHK janji bantu selesaikan RUU masyarakat hukum adat
Baca juga: Masyarakat adat menunggu kepastian hukum
Baca juga: Baleg DPR sepakati RUU masyarakat hukum adat
"Harus dipahami, tidak tuntasnya RUU Masyarakat Hukum Adat ini, menimbulkan tumpukan masalah atas pendekatan hukum sektoral yang selama ini dinilai merepotkan dan merugikan," kata Teras Narang.
Menurut Presiden Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) periode 2005-2015 itu, pendekatan baru terhadap masyarakat hukum adat yang sungguh berkeadilan, mestinya bisa dilakukan dalam kerangka membangun perekonomian nasional dan sesuai UUD 1945 Pasal 33 yang menekankan prinsip perekonomian nasional.
Dia mengatakan prinsip yang tertera dalam UUUD 1945 itu antara lain kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
"Prinsip ini erat dengan kehidupan masyarakat hukum adat yang mestinya tidak dipersulit untuk mendapatkan hak mereka dalam terlibat membangun perekonomian nasional," kata Teras.
Dia menambahkan, pengakuan konstitusi yang diteruskan dengan aturan terkait perlindungan lewat RUU MHA mesti jadi perhatian bersama. Parlemen dan pemerintah, jangan sampai dinilai hanya ramah pada investasi dengan produk omnibus law UU Cipta Kerja yang dapat lekas dituntaskan. Berbanding terbalik dengan proses penyusunan RUU MHA yang disebut sudah bertahun-tahun tak tuntas.
"Berhasilnya metode omnibus law untuk UU Cipta Kerja, mestinya malah jadi momentum baik bagi parlemen dan pemerintah melakukan langkah serupa dalam menuntaskan RUU MHA. Itulah keadilan," tegasnya.
Gubernur Kalimantan Tengah periode 2005-2015 itu memahami, ada kerisauan bahwa RUU MHA akan kontraproduktif dengan upaya meningkatkan investasi. Namun, dirinya tetap meminta pemangku kepentingan percaya terhadap konstitusi dan membuat pengaturan yang berkeadilan, agar investasi maupun perlindungan masyarakat adat, dapat berjalan beriringan.
"Jadi harap agar RUU yang penting ini jangan hanya dijadikan alat politik pendulang suara, tapi tidak diselesaikan. Apalagi bila isinya juga tidak mencerminkan aspirasi masyarakat adat, yang berharap tak lagi dipersulit dengan proses yang rumit dan tidak mencerminkan semangat pelayanan publik yang baik," demikian Teras Narang.
Pewarta: Kasriadi/Jaya W Manurung
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021