"Kami bekerja sama dengan `Kibas` (Komunitas Batik Surabaya) menyemarakkan Hari Batik pada tanggal 2 Oktober mendatang dengan serangkaian acara," kata Manajer Museum `House of Sampoerna` Rani Anggraini di Surabaya, Jumat.
Didampingi stafnya, Diah, ia mengatakan acara menyambut Hari Batik itu antara lain pameran batik klasik (24 September-10 Oktober), diskusi batik (2 Oktober), dan pelatihan membatik dengan canting elektrik (9 Oktober).
"Setiap tahun, kami hampir selalu memamerkan batik untuk mendukung pelestarian batik sebagai warisan budaya bangsa, terutama untuk kalangan muda yang mungkin saja tidak tahu tentang bentuk batik klasik itu," tuturnya.
Dalam pameran itu, batik klasik yang disajikan berasal dari Sidoarjo, Tulungagung, Tuban, dan Madura.
Puluhan batik yang dipamerkan itu merupakan koleksi para pecinta batik, perajin, pejabat, dan mantan pejabat dengan usia minimal 30 tahun hingga 200 tahun.
Misalnya, batik klasik berusia 200 tahun adalah "Batik Kraton" dari Sumenep (Madura) yang merupakan koleksi Erwin Sosrokusumo.
Untuk batik berusia 100 tahun itu "Batik Isuk Sore" dari Sidoarjo.
Secara terpisah, Ketua Kibas Lintu Tulistyantoro, mengatakan batik klasik merupakan bantik yang pernah populer pada suatu masa dan mewakili "style" daerah tertentu.
"Tapi, batik klasik sekarang sudah tidak berkembang lagi. Batik klasik yang dikenal selama ini merupakan batik kraton dari Solo dan Yogyakarta, padahal banyak batik klasik yang non-kraton seperti Batik Klasik Jatim," paparnya.
Dosen Universitas Kristen Petra (UKP) Surabaya itu menambahkan, batik klasik dari Jatim yang pernah memiliki masa kejayaan antara lain dari Madura, Tuban, Tulungagung, Sidoarjo, Trenggalek, dan sebagainya.
"Dengan adanya pameran batik kali ini, diharapkan masyarakat akan lebih mengenal potensi kekayaan batik di Jatim, sehingga mereka akan lebih mengapresiasi," kata Ina dari `House of Sampoerna` di sela-sela pameran itu.(*)
(T.E011/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010