Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR Marzuki Alie menyatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak perlu didesak-desak agar secepatnya mengganti Jaksa Agung Hendarman Supandji karena pergantian telah direncanakan sebelum ada keputusan Mahkamah Konstitusi.

"Karena itu tidak perlu mendesak-desak agar Presiden mengganti jaksa agung," kata Marzuki Alie yang saat dihubungi sedang memimpin delegasi DPR RI di Sidang Parlemen Asia di Vietna, Jumat.

Dia mengatakan, Presiden memang punya rencana untuk mengganti jaksa agung, tapi itu perlu waktu untuk memprosesnya. " Tidak bisa seperti membalik telapak tangan," kata Marzuki.

Ketua DPR Marzuki Alie berpendapat, sebenarnya dengan adanya putusan MK mengenai legalitas jaksa agung, tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Kalaupun legalitas jaksa agung dianggap bermasalah, maka masih ada wakil jaksa agung yang dapat mengambil alih tanggung jawab dan tugas jaksa agung dalam kondisi seperti saat ini. Keputusan strategis pun bisa dilakukan oleh wakil jaksa agung.

Menurut Marzuki, wakil jaksa agung secara otomatis bisa menjalankan fungsi
dan tugas jaksa agung jika jaksa agung sedang berhalangan. Untuk itu juga tidak
perlu wakil jaksa agung ditetapkan sebagai pjs jaksa agung karena sifatnya yang sudah otomatis, yaitu ketika jaksa agung berhalangan sementara ataupun tetap, katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengatakan, Presiden Yudhoyono perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk mengondusifkan dinamika politik,
misalnya, mengomunikasikan ke MK.

"Saya usulkan, ada pembicaraan tingkat tinggi antara MK dengan Presiden.
Intinya saling memberikan saran untuk mencari solusi yang terbaik sehingga tidak
terjadi banyak opini yang berkembang. Perlu ada keselarasan," kata Taufik yang juga Sekjen PAN

Sedangkan, Wakil Ketua MPR dari Golkar Hajriyantho Y Thohari mengingatkan, dari
perspektif UUD, MK diberi kewenangan yang keputusannya bersifat mengikat dan
final.

Oleh sebab itu, semua pihak harus menghormati keputusan MK.(*)
(ANT/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010