"Dari perspektif konstitusi, Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan melakukan uji materil terhadap aturan perundangan dan membuat keputusan yang final dan mengikat," kata Hajriyanto Tohari menjawab pertanyaan pers di Gedung DPR RI, di Jakarta, Jumat.
Jika keputusan Mahkamah Konstitusi diabaikan, kata dia, akan menjadi preseden buruk bagi lembaga konstitusi tersebut.
Pengabaian terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan jabatan Jaksa Agung, menurut dia, akan ditiru oleh pihak-pihak lainnya untuk tidak mematuhi keputusan mahkamah konstitusi.
"Bagaimana jika konflik dalam Pilkada di suatu daerah diputuskan oleh Mahkaman Konstitusi, tapi keputusannya tidak dilaksanakan," ucapnya.
Menurut dia, keputusan Mahkamah Konstitusi itu biasanya clear dan langsung dilaksanakan.
Namun, Hajriyanto merasa heran mengapa keputusan MK terhadap pembatalan jabatan Jaksa Agung tidak langsung dilaksanakan, tapi justru menimbulkan multitafsir.
Ketika ditanya apakah pengabaian terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi merupakan bentuk pelangaran konstitusi, menurut Hajriyanto, silakan tanya ke DPR.
Menurut dia, DPR itu memiliki fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang. Dalam hal ini DPR memiliki hak interpelasi (hak bertanya), hak angket (hak meminta keterangan), dan hak menyatakan pendapat.
"DPR bisa menggunakan hak untuk bertanya agar persoalannya menjadi clear," katanya menegaskan.
Namun sebelum menggunakan hak bertanya, menurut dia, hendaknya DPR mempejari secara rinci keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut, sehingga bisa memiliki pandangan yang jernih.
(R024/C004/S026)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010