Jadi bukan hanya pemahaman, tapi adalah keyakinan dan keterlibatan mereka dalam proses bernegara ini
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengatakan tujuan yang dicapai dalam pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) ialah untuk mengetahui keyakinan dan keterlibatan peserta yang diuji dalam bernegara.
"Jadi bukan hanya pemahaman, tapi adalah keyakinan dan keterlibatan mereka dalam proses bernegara ini," kata dia saat mengunjungi Kantor Berita ANTARA di Jakarta, Jumat.
Dalam prosesnya, BKN mencari sebuah instrumen yang tepat untuk pelaksanaan TWK termasuk ke Nahdlatul Ulama (NU). Instrumen tersebut ada hanya saja validitas-nya belum dites dan tenaga asesor-nya juga belum standar.
Kemudian, BKN berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang sudah mengembangkan TWK, tetapi belum bisa dipakai.
Baca juga: Komnas HAM temukan perbedaan keterangan antara KPK dan BKN
Baca juga: Pegawai KPK tetap minta akses untuk 8 kelengkapan TWK
Pada akhirnya BKN menemukan instrumen TWK di TNI AD yang disebut dengan indeks moderasi bernegara-68 yang kemudian digunakan kepada pegawai KPK sebagai alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Tidak hanya menggunakan instrumen indeks moderasi bernegara-68, untuk meningkatkan validitas BKN kemudian menambah profiling yang dilaksanakan oleh BNPT. Pada prosesnya BNPT juga kewalahan dan akhirnya dibantu oleh Badan Intelijen Negara (BIN).
"Secara keseluruhan ada 48 asesor yang kita gunakan 10 di antaranya perempuan," ujarnya.
Sehingga pada akhirnya penyelenggara TWK ingin melihat apakah 1.349 pegawai KPK yang dites memiliki keyakinan dan pemahaman atau keterlibatan yang memadai untuk menjadi seorang ASN.
Baca juga: Kepala BKN: Informasi proses TWK pegawai KPK jadi rahasia negara
"Perlu diingat ini tes untuk menjadi ASN bukan untuk tujuan lain," ucap Bima menegaskan.
Terakhir, untuk menjadi ASN, kata dia, banyak aturan yang mengikat, misalnya, setia pada pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) hingga semua peraturan perundang-undangannya.
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021