Mogadishu (ANTARA News/Reuters) - Seorang prajurit penjaga perdamaian Uganda tewas dan dua lain cedera di Mogadishu, ibukota Somalia, Kamis, ketika gerilyawan menyerang pasukan Uni Afrika (AU) di dekat gedung parlemen negara itu.
Uganda dan Burundi telah mengirim 7.200 prajurit ke Somalia untuk menjaga pelabuhan dan bandara dan melindungi Presiden Sheikh Sharif Ahmed dari serangan, namun gerilyawan garis keras kini menguasai banyak wilayah Mogadishu.
"Satu prajurit Uganda tewas dan dua lain cedera hari ini," kata Barigye Ba-Hoku, juru bicara AU, kepada Reuters.
"Ini terjadi dalam serangan di kawasan sekitar gedung parlemen. Kami memburu pemberontak," katanya.
Gedung parlemen terletak sekitar 500 meter sebelah barat istana presiden.
Belum diketahui bagaimana prajurit penjaga perdamaian itu tewas. "Ketika anda berada di garis depan dan bertempur, anda tidak bisa tahu jenis senjata apa yang membunuh anda," kata Ba-Hoku.
"Mayat dua orang yang menyerang kami tergeletak di sini dan banyak mayat lain di semak-semak," tambahnya.
Seorang pria melancarkan serangan bom bunuh diri di pintu gerbang istana presiden di Mogadishu, Senin, melukai dua prajurit, dalam serangan yang diklaim oleh gerilyawan Al-Shabaab.
Sebelumnya bulan ini, serangan bom bunuh diri gerilyawan muslim garis keras menewaskan dua prajurit Uni Afrika (AU) dan sejumlah warga sipil di bandara Mogadishu.
Pada 24 Agustus, dua orang bersenjata Al-Shabaab menyerang sebuah hotel di Mogadishu yang biasanya menjadi tempat menginap anggota parlemen dan pejabat lain.
Kedua gerilyawan itu meledakkan diri mereka, menewaskan 32 orang, termasuk empat anggota parlemen, setelah memberondongkan tembakan.
Beberapa sumber keamanan di Mogadishu mengatakan bahwa Al-Shabaab memiliki tempat aman di Mogadishu dengan penyerang-penyerang bom bunuh diri yang siap dikerahkan kapan pun.
Seorang utusan PBB mengatakan, pasukan penjaga perdamaian internasional di Somalia perlu ditingkatkan menjadi 20.000 personel dalam beberapa bulan mendatang karena ancaman gerilya yang meningkat.
Misi Uni Afrika di Somalia (AMISOM), yang membela pemerintah transisi yang dilanda kesulitan di Mogadishu, saat ini memiliki batas wewenang 8.000 prajurit, namun jumlah itu masih belum terpenuhi.
Al-Shabaab menguasai banyak wilayah tengah dan selatan Somalia, yang terperangkap ke dalam perang saudara selama dua dasawarsa terakhir.
Nama Al-Shabaab mencuat setelah serangan mematikan di Kampala pada Juli lalu.
Para pejabat AS mengatakan, kelompok Al-Shabaab bisa menimbulkan ancaman global yang lebih luas.
Al-Shabaab, kelompok muslim garis keras yang menguasai sebagian besar wilayah tengah dan barat Somalia, mengklaim bertanggung jawab atas serangan di Kampala, ibukota Uganda, pada 11 Juli yang menewaskan 76 orang.
Pemboman itu merupakan serangan terburuk di Afrika timur sejak pemboman 1998 terhadap kedutaan besar AS di Nairobi dan Dar es Salaam yang diklaim oleh Al-Qaeda.
Serangan-serangan bom pada 11 Juli itu dilakukan di sebuah restoran dan sebuah tempat minum yang ramai di Kampala ketika orang sedang menyaksikan siaran final Piala Dunia di Afrika Selatan.
Pemimpin Al-Shabaab telah memperingatkan dalam pesan terekam pada Juli bahwa Uganda akan menghadapi pembalasan karena peranannya dalam membantu pemerintah sementara Somalia yang didukung Barat.
Uganda adalah negara pertama yang menempatkan pasukan di Somalia pada awal 2007 untuk misi Uni Afrika yang bertujuan melindungi pemerintah sementara dari Al-Shabaab dan sekutu mereka yang berhaluan keras di negara Tanduk Afrika tersebut.
Washington menyebut Al-Shabaab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden.
Milisi garis Al-Shabaab dan sekutunya, Hezb al-Islam, berusaha menggulingkan pemerintah Presiden Sharif Ahmed ketika mereka meluncurkan ofensif mematikan pada Mei tahun lalu.
Mereka menghadapi perlawanan sengit dari kelompok milisi pro-pemerintah yang menentang pemberlakuan hukum Islam yang ketat di wilayah Somalia tengah dan selatan yang mereka kuasai.
Al-Shabaab dan kelompok gerilya garis keras lain ingin memberlakukan hukum sharia yang ketat di Somalia dan juga telah melakukan eksekusi-eksekusi, pelemparan batu dan amputasi di wilayah selatan dan tengah.
Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Penculikan, kekerasan mematikan dan perompakan melanda negara tersebut. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010