Para peneliti dari Universitas Purdue di Lafayette Barat, Indiana, menemukan kelebihan berat badan, dan pria obesitas yang berdiet dengan kalori rendah dan protein tinggi lebih memuaskan dan mengurangi rasa lapar bila mereka makan tiga kali sehari dibanding yang makan enam kali sehari.
"Ada penurunan frekuensi makan yang besar," ujar peneliti Dr. Heather Leidy, yang sekarang berada di Universitas Missouri di Columbia, kepada Reuters Health.
Ada pemikiran umum yang menganjurkan makan porsi kecil lebih sering, dan Leidy menjelaskan: "Porsi kecil yang dibicarakan ini tidak memberi manfaat pada pengendalian nafsu makan."
Sejumlah penelitian mengenai frekuensi makan berpengaruh terhadap pengendalian nafsu makan telah mengalami hasil yang bertentangan, menurut Leidy dan koleganya dalam jurnal medis tentang obesitas (http://link.reuters.com/fyf94p).
Untuk menyelidiki lebih mendalam, mereka menugaskan secara acak 27 laki-laki yang kelebihan berat badan atau obesitas untuk makan yang berprotein tinggi atau berprotein normal selama 12 pekan.
Pola makan berisi dibawah 750 kalori dibanding setiap orang perlukan untuk menjaga berat badannya.
Mulai pada pekan ketujuh dalam penelitian, orang yang makan sesuai anjurannya, yaitu tiga porsi dengan jeda lima jam antar makanan atau enam porsi untuk setiap dua jam, untuk tiga hari berturut-turut.
Partisipan penelitian kemudian saling menukar pola makannya dalam tiga hari berturut-turut juga.
Lelaki yang makan dengan diet protein tinggi (25 persen kadar kalori dari protein) merasa lebih kenyang selama seharian, merasa tidak ingin makan pada malam hari, dan berkurang pikiran tentang makanan daripada orang yang memakan 14 persen energinya sebagai protein.
Para peneliti menemukan orang dalam kelompok berprotein tinggi merasa lebih kenyang pada malam hari dan larut malam setelah makan tiga kali sehari, meski frekuensi makan tidak mempengaruhi nafsu makan pada orang dengan diet berprotein normal.
Sudah dipastikan, kata Leidy, bahwa diet berprotein tinggi lebih baik untuk mengendalikan nafsu makan.
Ia menambahkan, para partisipan dalam penelitian tersebut "bukan diet Atkins dalam bentuk apapun."
"Kami sangat jelas menginginkan publik untuk mengetahui bahwa ini bukan diet gaya Atkins. Anda akan mendapat serat yang cukup dari buah dan sayuran dengan diet jenis ini," jelasnya.
(Uu.KR-IFB/M043/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010