Masing-masing tersangka tersebut menandatangani SPK yang isinya direkayasa atau fiktif

Pontianak (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat (Kejati Kalbar) menahan lima orang tersangka dugaan kasus korupsi di Bank Kalbar Cabang Bengkayang untuk proses hukum selanjutnya.

"Kelima tersangka yang mulai malam ini ditahan untuk proses selanjutnya, yakni masing-masing berinisial AM, kemudian AS, AR, SS, dan TW," kata Kepala Kejati Kalbar Masyhudi, di Pontianak, Kamis malam.

Dia menjelaskan, AM adalah Direktur CV Parokng Pasuni yang menerima dana kredit pengadaan barang atau jasa (KPBJ) sebesar Rp226 juta untuk dua paket pekerjaan; kemudian tersangka AS selaku Direktur CV Tuah Page menerima dana KPBJ sebesar Rp113 juta untuk satu paket pekerjaan; tersangka AR selaku pelaksana CV Muara usaha menerima dana KPBJ sebesar Rp339 juta untuk tiga paket pekerjaan; tersangka DD selaku Direktur CV Sbintir menerima daja KPBJ sebesar Rp226 juta untuk dua paket pekerjaan, dan tersangka TW selaku Direktur CV Pelangi Kasih menerima dana KPBJ sebesar Rp227 juta untuk dua paket pekerjaan.

"Modus dugaan korupsinya, yakni masing-masing tersangka tersebut menandatangani SPK yang isinya direkayasa atau fiktif, dimana di dalam setiap SPK seolah-olah terjadi proses pengadaan barang atau jasa (penunjukan langsung) padahal proses tersebut tidak pernah dilaksanakan," ujarnya.

Namun pembayaran atau pengembalian uang kredit tidak bisa dilaksanakan, karena proyek tersebut (SPK dan DIPA) fiktif, sehingga akibat perbuatan para tersangka tersebut ikut mengakibatkan kerugian keuangan negara dan daerah atau Bank Kalbar sebesar Rp8,2 miliar, katanya pula.

Kajati Kalbar itu menambahkan, dalam kasus tersebut telah dilakukan pemulihan kerugian keuangan negara sebesar Rp3,3 miliar yang telah dititipkan di rekening titipan pada Bank Mandiri. "Bahwa pemulihan keuangan negara tersebut berasal dari 30 SPK atau dari 18 perusahaan," ujarr dia lagi.

Hingga saat ini, menurut dia, dari para tersangka sama sekali belum ada uang yang disita sebagai barang bukti yang nantinya sebagai pengembalian kerugian negara.

Kasus tersebut berawal dari terdapat 31 perusahaan atau 74 paket pekerjaan memperoleh kredit pengadaan barang atau jasa (KPBJ) dari salah satu bank di Bengkayang, dengan jaminan atau agunan berupa Surat Perintah Kerja (SPK) yang ditandatangani oleh HM seolah-olah selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang kini sudah diputus di pengadilan negeri (PN), kemudian tersangka Sup (1 SPK) dan Gun (73 SPK) selaku Pengguna Anggaran Kemendes PDTT, dan pihak perusahaan yang bersangkutan.

Kemudian di dalam SPK itu dicantumkan tentang sumber anggaran proyek, yaitu Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (KPDTT) tahun anggaran 2018.

"Kemudian para tersangka selaku direktur perusahaan pemohon dan penerima KPBJ di salah satu bank di Bengkayang bersama-sama dengan tersangka MY dan tersangka SR mempersiapkan dokumen-dokumen kontrak, SPK dan mengurus permohonan kredit dengan jaminan SPK atas lima perusahaan tersebut yang tidak sesuai dengan fakta sebenarnya," katanya.

Akibat perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp8,8 miliar, perbuatan tersangka melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1), (2), (3) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, katanya pula.

Adapun perkara yang telah diputus PN dalam kasus tersebut, yakni Herry Murdiyanto yang seolah-olah selaku PPK (sudah diputus PN/incracht), kemudian Muhammad Rajali selaku Pimpinan Bank Kalbar Cabang Bengkayang, dan Selastio Ageng selaku Kasi Kredit pada Bank Kalbar Cabang Bengkayang, dan tujuh terdakwa lainnya dalam tahap penuntutan, yakni MY, SR, PP, Su, JDP, Ku, dan DWK.
Baca juga: Kejati Kalbar segera limpahkan kasus korupsi bank daerah
Baca juga: Kejati Kalbar tahan enam tersangka kasus pengadaan barang-jasa bank

Pewarta: Andilala
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021