Surabaya (ANTARA News) - Dewan Pers meminta polisi dan aparat penegak hukum lainnya tidak perlu memanggil wartawan atau redaktur untuk dimintai keterangan terkait masalah hukum menyangkut kalangan pers.
"Dalam standar perlindungan wartawan yang kami ratifikasi, pihak yang bertanggung jawab dalam perkara terkait karya jurnalistik adalah penanggung jawab media," kata anggota Dewan Pers Agus Sudibyo di Surabaya, Rabu.
Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika di Dewan Pers itu mengemukakan hal itu dalam "Sosialisasi Peraturan Dewan Pers Terkait Ratifikasi" yang diikuti puluhan pimpinan media massa di Surabaya.
Menurut dia, penanggung jawab media yang dimaksud, antara lain pimpinan umum, pimpinan redaksi, atau pimpinan perusahaan.
"Jadi, polisi atau pengadilan jangan memanggil wartawan atau redaktur bila ada masalah hukum menyangkut kalangan pers. Polisi bisa memanggil pimpinan umum, pimpinan redaksi, atau pimpinan perusahaan," katanya.
Bahkan, katanya, keterangan yang diminta juga cukup dengan keterangan yang berkaitan dengan isi pemberitaan dan bukan menjawab persoalan lain di luar materi pemberitaan.
Di Amerika, katanya, ada konvensi bahwa polisi bisa memanggil wartawan, tapi polisi harus bisa membuktikan bahwa keterangan wartawan merupakan satu-satunya cara untuk mengungkap suatu skandal.
"Itu konvensi di Amerika, tapi standar perlindungan wartawan yang kami ratifikasi menetapkan penanggung jawab media sebagai pihak yang harus bertanggung jawab," katanya.
Dalam ratifikasi itu, katanya, negara juga bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan kepada wartawan yang menjadi korban kekerasan.
"Selama ini, negara cenderung melakukan pembiaran terhadap kekerasan yang menimpa wartawan, seperti kasus wartawan Bernas Udin yang tidak tuntas hingga 14 tahun berlalu. Jadi, negara masih gagal memberi keadilan kepada wartawan," katanya.
Dalam sosialisasi yang dipandu Ombudsman Jawa Pos Grup, Imam Syafii, ia menyosialisasikan empat ratifikasi Dewan Pers yakni standar perusahaan pers, standar kompetensi wartawan, kode etik jurnalistik, dan standar perlindungan profesi wartawan.
"Standar perusahaan pers mewajibkan upah wartawan minimal setara upah minimum provinsi (UMP) dan minimal diberikan 13 kali dalam setahun. Upah ke-13 itu seperti THR," katanya.
Selain itu, perusahaan pers juga memberikan perlindungan hukum kepada wartawan yang menjalankan tugas di lapangan serta memberikan pendidikan dan latihan untuk meningkatkan profesionalisme.
"Pelatihan itu penting, misalnya wartawan yang ditugaskan di wilayah konflik harus dilatih dengan jurnalisme damai. Pelatihan dasar juga wajib diberikan untuk menentukan standar kompetensi wartawan," katanya.
Menanggapi hal itu, Ombudsman Jawa Pos Grup, Imam Syafii, menyambut baik ratifikasi itu, terutama standar kompetensi wartawan.
(E011/B010)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010