"Studi banding dan kunjungan kerja yang dilakukan oleh anggota dewan maupun pihak eksekutif sudah diatur dalam aturan perundang-undangan. Aturan tersebut dibuat dan diusulkan oleh lembaga eksekutif dan legislatif," kata Sekretaris KP2KKN Jateng, Eko Haryanto, di Semarang, Selasa.
Jadi, lanjut Eko, sebenarnya peraturan yang ada memperbolehkan pemborosan.
"Bagi mereka (eksekutif dan legislatif, red.) studi banding dan kunjungan kerja amat penting karena seperti silaturahmi, setor muka ketemu teman, melobi, dan alasan mereka untuk menambah ilmu, selain juga mendapat uang saku, walaupun beda pandangan dengan masyarakat yang menilainya sebagai pemborosan," katanya.
Menurut Eko sebenarnya komentar pihak lain soal penting tidaknya studi banding dan kunjungan kerja yang dilakukan lembaga eksekutif dan legislatif tidak memberikan dampak.
"Percuma di luar `gembar-gembor` (teriak-teriak, red.) karena yang terpenting dari internal mereka dan saya yakin masih ada anggota dewan yang peduli dengan nasib rakyat," katanya.
Eko mengatakan jika ada anggota dewan yang berpihak kepada rakyat, maka akan ada peluang peraturan yang ada direvisi.
"Seharusnya ada kesadaran dari internal dengan berfikiran lebih baik anggaran untuk studi banding dan kunjungan kerja dialokasikan untuk kepentingan rakyat," katanya.
Apalagi banyak program seperti pengentasan kemiskinan, pengurangan jumlah pengangguran, memperbanyak lapangan pekerjaan, dan program lainnya yang berpihak kepada rakyat.
Sampai saat ini studi banding dan kunjungan kerja masih menjadi tradisi yang tidak dilewatkan oleh para anggota dewan dan pihak eksekutif.
(N008/M027)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010