"Kami sebagai operator di lapangan selalu dalam posisi siap melakukan segala skenario pembatasan BBM bersubsidi," kata General Manager BBM Ritel Region 3 PT Pertamina, Hasto Wibowo, di Jakarta, Selasa.
Ia menekankan, penerapan program pembatasan konsumsi BBM bersubsidi tersebut harus dilakukan dengan pentahapan.
Menurut dia, apapun skenario yang nantinya diterapkan sudah hampir pasti akan diikuti oleh serentetan konsekuensi dan impak yang menyertainya.
"Tahap pertama misalnya secara clustering, juga harus dilakukan secara bertahap," katanya.
Hasto berpendapat, sistem clustering yakni memberlakukan pembatasan BBM bersubsidi di cluster-cluster tertentu yang telah ditentukan akan terlaksana dengan baik bila dilakukan dalam skala pulau, misalnya Jawa-Bali.
Jadi, untuk tahap pertama idealnya pembatasan BBM bersubsidi diberlakukan di Jawa Bali. "Dengan begitu kecil kemungkinan akan terjadi perpindahan," katanya.
Selain itu, skenario kedua diterapkan dengan sistem regional misalnya Jawa bagian barat. Dengan begitu tidak akan terjadi perpindahan di perbatasan DKI dan Bekasi, misalnya.
"Memang mungkin terjadi di wilayah perbatasan, seperti Cirebon dan Tegal, tapi itu bisa dalam jumlah yang minimal," kata Hasto.
Jika kawasan pemberlakuan pembatasan BBM subsidi dipersempit, menurut dia, akan makin menjadi bermasalah.
Ia mencontohkan, jika pembatasan BBM subsidi hanya dilakukan di DKI Jakarta saja, maka besar kemungkinan masyarakat akan "lari" ke Bekasi, Depok, dan Tangerang untuk mendapatkan BBM bersubsidi sehingga terjadi penumpukan di daerah-daerah itu.
"Itu sudah menjadi masalah bagi kami, karena di daerah perbatasan itu, Pertamina tidak dalam posisi sebagai pengawas," katanya.
Berdasarkan data yang dihimpun Pertamina, saat ini terdapat 1.366 SPBU di wilayah DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Dari jumlah itu sebanyak 700-an SPBU sudah menjual BBM non-subsidi (pertamax).
(H016/B010)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010