Jakarta (ANTARA News) - Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan DPR, Budiman Soejatmiko, berpendapat bahwa Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) yang akan dipilih nantinya harus mampu mencegah campur tangan kekuasaan dalam penegakan hukum.
"Siapa pun yang akan diangkat sebagai Kapolri, janganlah sampai membawa Polri sebagai alat kekuasaan belaka," katanya di Jakarta, Senin.
Ia mengkhawatirkan campur tangan kekuasaan terhadap kepolisian membuat aparat hukum semakin tidak dipercaya oleh masyarakat.
"Ini merupakan sumber utama polri tidak bekerja dengan optimal," katanya.
Selain itu, ia mengatakan, Kapolri yang baru mesti bisa melakukan reformasi di tubuh polri guna menerapkan tegaknya tata kelola yang baik di tubuh kepolisian.
Menurut dia, tanpa reformasi, maka lembaga kepolisian akan semakin sulit untuk menjadi profesional dan dipercaya masyarakat.
Sementara itu, mantan Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Farouk Muhammad mengatakan, Kapolri dan lembaga Polri harus siap mendapat pengawasan dari masyarakat agar tidak terjadi penyimpangan.
"Polri tidak bisa berjalan sendiri dan di luar pengawasan masyarakat, karena dikhawatirkan bisa terjadi penyimpangan," kata Farouk, yang kini menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI itu.
Sedangkan, anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR, Nasir Djamil, juga mengatakan bahwa Kapolri harus siap mendapatkan pengawasan publik.
"Kapolri mendatang harus siap mendapat pengawasan dari publik dan bisa menyatu dengan masyarakat dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat," katanya
Menurut dia, adanya peristiwa perusakan kantor polisi oleh massa menunjukkan polisi tidak menyatu dengan masyarakat.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam waktu dekat akan mengajukan nama Kapolri guna menggantikan Jenderal Pol. Bambang Hendarso Danuri yang memasuki masa pensiun untuk menjalani uji layak dan kepatutan di DPR .
(T.M041/A041/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010