Bangkok (ANTARA) - Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha meminta maaf dan mengaku bertanggung jawab atas penundaan vaksinasi COVID-19, sementara ribuan perusahaan swasta dan organisasi publik berlomba untuk mengamankan vaksin yang diimpor oleh akademi yang didukung kerajaan.
Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mengatakan penundaan disebabkan oleh masalah pasokan dan distribusi, setelah beberapa rumah sakit di Bangkok terpaksa menunda jadwal vaksinasi minggu ini.
"Saya minta maaf atas masalah ini dan ingin bertanggung jawab penuh untuk menyelesaikannya. Kami akan mencoba mengelola ini dengan lebih baik ke depan," kata Prayuth kepada wartawan, Selasa.
Sejauh ini 4,76 juta dari lebih dari 66 juta penduduk Thailand telah menerima sedikitnya satu dosis vaksin COVID-19.
Strategi Thailand sangat bergantung pada perusahaan lokal yang dimiliki oleh rajanya, yang membuat vaksin AstraZeneca untuk didistribusikan di Asia Tenggara, tetapi harus menunda dan mengurangi beberapa pengiriman.
Baca juga: Rumah sakit di Bangkok tunda vaksinasi COVID-19 karena kurang pasokan
Thailand telah berebut untuk mendapatkan lebih banyak vaksin dan mendiversifikasi merek dalam beberapa bulan terakhir.
Hampir 7.000 organisasi, termasuk perusahaan swasta dan organisasi provinsi, sedang mencari "vaksin alternatif" dari sebuah akademi yang diketuai oleh adik bungsu raja, Putri Chulabhorn, kata akademi itu.
Pekan lalu dikatakan 1 juta dosis vaksin COVID buatan Sinopharm akan tersedia mulai 20 Juni.
Opas Karnkawinpong dari Departemen Pengendalian Penyakit Thailand mengatakan dia memperkirakan 6,5 juta dosis vaksin virus corona akan didistribusikan secara total bulan ini, di mana 3,5 juta di antaranya telah dikirimkan.
Sumber: Reuters
Baca juga: Thailand mulai upaya vaksinasi COVID yang telah lama ditunggu-tunggu
Baca juga: Thailand targetkan September sudah vaksinasi 70 persen penduduk
Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
Copyright © ANTARA 2021