Yogyakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua MPR Hajriyanto Tohari mengungkapkan hambatan terbesar sosialisasi empat pilar kenegaraan Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945, kepada warga adalah kesenjangan terlalu tajam idealisme dengan realitasnya.
"Pemasyarakatan empat pilar ini mengalami banyak hambatan karena antara idealisme dengan realitanya terdapat gap(kesenjangan, red) yang sangat besar," ujarnya saat membuka Focus Group Discussion (FGD) bertema "Reaktualisasi Pancasila Di Tengah Krisis Karakter Kabangsaan" di kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Sabtu.
Hajriyanto Tohari mencontohkan salah satu tujuan bernegara adalah negara melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia.
"Tetapi apakah ada perlindungan terhadap misalnya para TKI? Jangankan memberikan perlindungan secara konkret, simbolis saja tidak," ujarnya.
Selain itu, terwujudnya kehidupan masyarakat yang harmonis juga masih jauh "panggang dari api" atau kenyatan..
Namun demikian, Hajriyanto yang juga politisi Golkar itu meyakini keberadaan Pancasila berikut reaktualisasi nilai-nilainya dalam kehidupan masyarakat masih dibutuhkan bangsa ini serta mampu menjadi jawaban atas berbagai persoalan kehidupan saat ini.
Menurut dia, pemasyarakatan secara luas idiologi negara tersebut bisa berhasil apabila dilakukan dalam dua tataran, yakni tataran perangkat regulasi yang sesuai dengan Pancasila, semisal memberikan jaminan terhadap demokrasi, keadilan sosial dan lain sebagainya. Tataran berikutnya adalah pelaksanaan dilapangan.
"Tahapan inilah yang tersulit," ujarnya.
Penerimaan Pancasila dikalangan umat Islam sendiri terputus pada faham tauhid Ketuhanan Yang Maha Esa saja. Padahal isu itu masih sangat luas dalam penerapannya dan harus difahami lebih mendalam lagi. Semisal Indonesia diformulasikan sebagai negara yang bukan sekuler tetapi juga bukan negara agama.
Pada bagian lain, Wakil Ketua MPR itu menjelaskan bahwa salah satu tujuan MPR menyelenggarakan FGD kali ini adalah agar para akademisi turut berpartisipasi aktif menggali hambatan-hambatan empiris di lapangan.
Karena itu , ia berharap hasil FGD reaktualisasi Pancasila kali ini bisa dibukukan dan kemudian disebar ke masyarakat luas.
Pada saat yang sama, ia mengakui bahwa pemahaman Pancasila sebagai ideologi terbuka memang kurang tersosialisasikan dikalangan universitas agama, semisal di UIN itu.
Sementara itu Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof Amin Abdullah mengatakan bahwa membangun karakter bangsa ini merupakan proyek besar yang belum selesai walaupun rezim pemerintahan telah berganti berulang kali.
Terkait dengan hal itu, menurut dia, sudah selayaknya apabila kalangan perguruan tinggi dilibatkan. Hal tersebut antara lain karena konteks aktualisasi Pancasila terus berubah secara dinamis.
"Contohnya untuk aspek kebebasan beragama saja, aktualisasi Pancasila dalam realitas ternyata sangat compang-camping.
Karena itu, kalangan perguruan tinggi, harus terlibat aktif merumuskan kembali bagaimana mengaktualisasi Pancasila itu," ujarnya.(*)
(T.D011/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010