"OJK sudah jadi agenda politik parpol dan itu sulit dibendung. Siapapun yang menghadangnya akan dilibas dan digilas karena ini untuk kepentingan politik 2014," kata Ismet di Jakarta, Sabtu.
Dikatakannya, OJK menjadi peluang dan ruang baru bagi parpol besar untuk mencari pendanaan Pemilu 2014, karena dana dari perbankan dan BUMN yang selama ini menjadi `kasir` mereka sudah semakin sulit dimanfaatkan.
Menurutnya, karena kepentingan politik itulah maka RUU OJK sangat dipaksakan untuk dibahas dan segera dibentuk sebelum tahun ini, meski banyak sekali kelemahan di RUU itu yang dalam jangka panjang akan sangat merugikan kepentingan negara dan bangsa.
Selain kepentingan politik yang bisa merugikan, menurut Ismet OJK juga akan dimanfaatkan para konglomerat-konglomerat hitam dan para penjahat kerah putih yang selama ini kesulitan masuk ke perbankan karena pengawasan ketat Bank Indonesia.
"Di belakang para politisi pasti ada kepentingan pemilik modal, atau konglomerat-konglomerat hitam yang selama ini dilarang mendirikan bank karena tersangkut kasus-kasus keuangan yang lama seperti BLBI. Mereka akan sangat mudah masuk melalui OJK karena dari awal OJK memang diciptakan tergesa-gesa sehingga memiliki banyak celah untuk dimanfaatkan," katanya.
Menurutnya, cepat atau lambat, bangsa ini baru akan menyadari kesalahan kebijakan dalam pendirian OJK ini yang resikonya sangat besar bagi bangsa dan negara, karena pendirian OJK lebih karena kepentingan politik parpol.
"Saya bukan meramal, tetapi 5 sampai 10 tahun lagi kita akan menyadari bahwa OJK ini keliru dan bermasalah. Kenapa kita tidak belajar dari beberapa negara lain yang justru mengembalikan fungsi pengawasan perbankan ke bank sentral setelah terjadinya krisis," katanya.
Menurutnya, Pemerintah sebagai pengusung pendirian OJK harus berpikir dan berkalkulasi secara lebih jernih dan cerdas demi kepentingan bangsa dan negara, serta jangan terjebak dan terjerat kepentingan pragmatis sesaat.
"Kalau Pemerintah memang berkomitmen untuk kebaikan bangsa dengan mempertimbangkan ongkos besar yang harus ditanggung jika OJK dibentuk, maka pemerintah harus mematangkan kembali RUUnya, dengan pembahasan dan perdebatan yang sehat dan cerdas," katanya.
Ismet juga menyayangkan pernyataan Ketua Bapepam Fuad Rahmany yang justru merendahkan kajian akademik soal OJK yang dilakukan ekonomi dari UI dan UGM. "Seorang Ketua Bapepam seharusnya lebih cerdas dan bijak menyikapi hasil kajian seperti itu, dan bukannya marah-marah," katanya.
UU nomor 3/2004 tentang Bank Indonesia pada pasal 34 menyebutkan bahwa pengawasan perbankan harus dikeluarkan dari Bank Indonesia ke sebuah lembaga pengawas jasa keuangan yang harus dibentuk paling lambat 31 Desember 2010.(*)
(T.D012/B012/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010