Jakarta (ANTARA News) - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) meminta PT Pertamina (Persero) mulai membatasi penjualan bahan bakar minyak bersubsidi jenis premium dan solar.

Kepala BPH Migas Tubagus Haryono dalam pesan singkatnya di Jakarta, Sabtu mengatakan, sesuai UU No 22 Tahun 2010 tentang APBN Perubahan 2010, kuota premium bersubsidi adalah 21.433.664 kiloliter dan solar 11.194.175 kiloliter.

"Sedangkan, realisasi konsumsi premium bersubsidi sampai bulan Agustus 2010 adalah 14.948.798 kiloliter atau 69 persen dari kuota dan solar 8.515.732 kiloliter atau 76,07 persen dari kuota," katanya.

Menurutnya, kalau tidak dibatasi maka kuota premium dan solar bersubsidi sesuai UU APBN Perubahan 2010 bakal terlampaui.

Tubagus menambahkan, pemerintah tengah menyusun perubahan Peraturan Presiden No 55 Tahun 2005 dan Peraturan Presiden No 9 Tahun 2006.

"Sambil menunggu perubahan kedua perpres itu, kami meminta Pertamina segera mengambil sejumlah langkah," ujarnya.

Langkah pembatasan itu adalah menata dispenser stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) dengan cara memperbanyak dispenser BBM nonsubsidi dan mengurangi dispenser subsidi terutama di daerah elite, jalan protokol, jalan tol, dan daerah yang dianggap perlu secara bertahap.

Selanjutnya, cara lainnya adalah memisahkan jalur dispenser BBM subsidi dengan nonsubsidi, dan memisahkan jalur dispenser sepeda motor dan mobil.

Langkah pembatasan lainnya adalah jika kuota tidak mencukupi, Pertamina diminta tidak melayani penjualan BBM subsidi buat kapal pesiar, kapal kargo kecuali kebutuhan pokok, dan kapal penunjang yang bukan usaha kecil.

BPH Migas juga meminta Pertamina tidak melayani penjualan BBM subsidi buat kendaraan bermotor atau alat berat yang digunakan menunjang kegiatan industri, pertambangan, pembangkit listrik, proyek konstruksi, peti kemas, kehutanan, dan perkebunan yang dapat dikategorikan sebagai bukan usaha kecil.

"Selain juga kereta api yang mengangkut hasil kegiatan industri, pertambangan, pembangkit listrik, proyek konstruksi, peti kemas, kehutanan dan perkebunan yang dapat dikategorikan sebagai bukan usaha kecil," kata Tubagus.

Pertamina juga diminta membatasi pembelian BBM subsidi untuk kapal nelayan maksimal 25 kiloliter per bulan yang diambil tiap bulan dan tidak boleh diambil sekaligus lebih dari satu bulan.

"Kami juga meminta Pertamina meningkatkan pengawasan atas jalur distribusi BBM bersubsidi agar tidak terjadi penyalahgunaan, membantu pemerintah melakukan sosialisasi dan kampanye penghematan BBM subsidi, dan terakhir, mempersiapkan pendistribusian BBM subsidi secara tertutup," ujarnya. (*)

K007/B012

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010