Jakarta (ANTARA News) - Kalangan diplomatik, pejabat, pengusaha, jurnalis, dan tokoh masyarakat Tunisia mengungkapkan kekaguman terhadap aneka cita rasa penganan dan tampilan budaya Indonesia yang disajikan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tunis dalam Resepsi Hari Ulang Tahun (HUT) ke-65 RI sekaligus Peringatan Hubungan Diplomatik ke-50 RI-Tunisia.

Dalam resepsi yang diselenggarakan di Wisma Duta pada Kamis (16/9) sore di ibukota Tunisia itu dihadiri lebih dari 600 orang, yang memadati halaman kediaman resmi Duta Besar (Dubes) RI di Tunis, demikian keterangan Minister Counsellor KBRI Tunis, Chandra Hasan, dalam penjelasannya kepada ANTARA News, Jumat.

Ia mengemukakan, sejumlah menteri negara, Ketua Cour de Compte (Badan Pemeriksa Keuangan/BPK) Tunisia, dan beberapa walikota menyempatkan hadir dalam resepsi malam tersebut.

Turut hadir dalam acara tersebut, istri tokoh perjuangan kemerdekaan Tunisia, Rachid Driss, yang pada tahun 1952 membuka kantor perjuangan kemerdekaan Tunisia di Jakarta.

Rachid Driss telah berusia 90 tahun, dan menyatakan sangat antusias menyempatkan diri hadir dalam resepsi tersebut untuk bernostalgia dan menikmati kembali aneka suguhan ala Indonesia. Suguhan pada resepsi kali ini lebih istimewa dengan hadirnya para sahabat Indonesia dari seantero Tunisia yang telah mengenal lebih dekat Indonesia di kota-kota kediamannya.

Duta Besar RI untuk Republik Tunisia, Muhammad Ibnu Said, mengatakan bahwa 2010 merupakan tahun bersejarah bagi Indonesia dan Tunisia, karena tepat 50 tahun terjalinnya hubungan diplomatik kedua negara.

Oleh karena itu, KBRI Tunis sejak awal 2010 menampilkan gebyar Indonesia di sejumlah kota besar di Tunisia, dan resepsi pada Kamis malam itu menjadi puncak dari rangkaian kegiatan tersebut.

Berbagai sajian ala Indonesia ditampilkan seperti lumpia, aneka sate, pastel, lapis legit, cumi goreng, udang goreng, mie goreng, nasi goreng, rempeyek, kue lumpur dan aneka panganan lain.

Namun, para tamu terlihat paling tertarik penyajian à la minute aneka sate dan demo pembuatan martabak, es puter dan es doger.

Para tamu KBRI Tunis juga dihibur aneka musik Indonesia yang dimainkan dengan gabungan instrument bambu dan alat musik modern oleh Band KBRI Tunis. Selain itu, mereka disuguhi berbagai tarian yang diperagakan secara lincah oleh putra-putri Indonesia yang sedang belajar di Tunis, dan tari Indang Rebana yang dinamis terlihat memenuhi selera masyarakat Arab Magribi dan Mediterania.

Hubungan diplomatik RI dengan Tunisia dimulai sejak kedatatangan Kuasa Usaha RI untuk Republik Tunisia pada Februari 1960. Namun, sebenarnya hubungan kedua negara telah terbina sejak tahun 1951 dengan dinyatakannya dukungan Pemerintah RI di bawah Presiden Soekarno untuk kemerdekaan Tunisia dalam perjuangannya melawan penjajahan Prancis.

Pemerintah Indonesia saat itu menyediakan fasilitas bagi Biro Perjuangan Rakyat Tunisia di Jakarta, setelah Konperensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955 di Bandung, Jawa Barat.

Tunisia merupakan negara pertama di Afrika yang memperoleh kemerdekaannya, yakni pada 20 Maret 1956. Selanjutnya, Presiden Soekarno pada tahun 1961 berkunjung ke Tunis guna menemui pemimpin perjuangan dan Presiden pertama Tunisia, Habib Bourgiba.

Dijelaskanya pula bahwa Indonesia adalah satu-satunya negara ASEAN yang membuka kantor perwakilan di Tunisia. Saat ini, hubungan erat historis dan politis kedua negara terus diisi dengan kerjasama di forum-forum internasional, bidang sosial budaya dan ekonomi.

Tunisia mengimpor, antara lain minyak kelapa sawit, produk kimia, garmen, dan cinderamata dari Indonesia, sementara Indonesia mendatangkan kurma dan fosfat dari Tunisia.

Sementara itu, saat ini terdapat 30 mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di beberapa universitas di Tunisia, terutama di Univbersitas Ezzitouna, Tunis.

Chandra Hasan juga mengungkapkan bahwa upaya-upaya yang dilakukan oleh KBRI Tunis pada saat ini difokuskan untuk menerjemahkan kedekatan historis politis itu menjadi kedekatan ekonomi dan sosial budaya untuk kesejahteraan rakyat kedua negara.
(T.ZG/P003)

Pewarta: Priyambodo RH
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010