Kabul (ANTARA News/AFP) - Taliban hari Kamis mengancam akan menyerang tempat pemungutan suara (TPS) selama pemilihan umum parlemen Afghanistan, sementara pasukan NATO dan Afghanistan meningkatkan operasi keamanan untuk menjaga pemilu tersebut.

Puluhan ribu prajurit Afghanistan dan asing pimpinan NATO akan mengamankan pemungutan suara Sabtu, yang dipandang sebagai langkah penting untuk membangun demokrasi setelah perang sembilan tahun namun yang dikhawatirkan banyak pihak akan dinodai oleh kecurangan dan kekerasan.

"Semua jalan yang menuju tempat-tempat pemungutan suara akan diserang dan pekerja pemilu dan pasukan keamanan akan menjadi sasaran utama kami," kata juru bicara Taliban Zabiullah Mujahid kepada AFP.

"Warga sipil bukan sasaran kami karena kami mendukung penduduk lokal dan kami memperoleh dukungan lokal," katanya melalui telefon dari sebuah lokasi yang dirahasiakan.

"Namun, jika orang pergi ke tempat-tempat pemungutan suara, mereka akan terluka," tambahnya.

Gerilyawan Taliban telah membunuh tiga calon anggota parlemen dan puluhan pekerja pemilu menjelang pemungutan suara tersebut.

Komisi Pemilu Independen menyatakan, semua persiapan untuk pemungutan suara diselesaikan sebelum Jumat, setelah masa kampanye berakhir Rabu.

Gelombang serangan bertarget dan intimidasi terhadap calon anggota parlemen dan pendukung mereka telah membuat keamanan ditingkatkan karena kekhawatiran menyangkut pemilu tersebut.

Sekitar 10,5 juta warga Afghanistan memiliki hak untuk memberikan suara bagi majelis rendah parlemen atau Wolesi Jirga, dalam pemilu kedua semacam itu sejak Taliban digulingkan pada akhir 2001.

Sekitar 250.000 prajurit, polisi dan agen intelijen Afghanistan, yang dibantu oleh pasukan NATO, akan melakukan pengamanan pada hari pelaksanaan pemilu, yang telah diumumkan sebagai libur nasional.

Pemilu itu dilaksanakan ketika kekerasan di Afghanistan mencapai tingkat tertinggi dalam perang sembilan tahun dengan gerilyawan Taliban, yang memperluas pemberontakan dari wilayah selatan dan timur negara itu ke ibukota dan daerah-daerah yang sebelumnya damai.

Sejumlah serangan Taliban akhir-akhir ini ditujukan pada para calon wakil rakyat dan orang-orang yang terlibat dalam pemilihan umum parlemen.

Prajurit asing yang tewas di Afghanistan akibat serangan Taliban juga semakin banyak.

Jumlah prajurit asing yang tewas di Afghanistan tahun ini sudah mendekati angka 500, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas situs icasualties.org.

Korban-korban asing terakhir berjatuhan setelah Jendral AS David Petraeus pada 4 Juli mulai memegang komando atas 140.000 prajurit AS dan ISAF di Afghanistan, menggantikan Jendral AS Stanley McChrystal, yang dipecat karena pembangkangan.

Sekitar 10.000 prajurit lagi ditempatkan di Afghanistan pada Agustus sebagai bagian dari rencana untuk meningkatkan tekanan terhadap gerilyawan, khususnya di provinsi-provinsi wilayah selatan, Helmand dan Kandahar.

Para komandan NATO telah memperingatkan negara-negara Barat agar siap menghadapi jatuhnya korban karena mereka sedang melaksanakan strategi untuk mengakhiri perang lebih dari delapan tahun di negara itu.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO mencakup puluhan ribu prajurit yang berasal dari 43 negara, yang bertujuan memulihkan demokrasi, keamanan dan membangun kembali Afghanistan, namun kini masih berusaha memadamkan pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Sekitar 520 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer. (M014/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010