Jakarta (ANTARA News) - Sedianya, bulan depan Djinarko dan istrinya akan menghadiri wisuda anak mereka, Ebed Yohanes Martono, yang lulus dari jurusan akunting dan perpajakan dari Universitas Atmajaya. Kini, rencana itu tak akan pernah jadi kenyataan. Arus deras sungai Rupit di Musi Rawas pada Senin (13/9) merenggut Ebed untuk selama-lamaya.
Pemuda berusia 23 tahun itu terbawa arus sungai di Desa Muara Tiku, Kecamatan Karang Jaya, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan (Sumsel), bersama rekannya sejak SMP, Martin Wibisono Chaerul.
Dua sahabat itu bersama 12 rekan mereka dari Gereja Kristus Ketapang, Jakarta Utara, ketika musibah itu terjadi sedang dalam perjalanan mengunjungi komunitas Adat Tertinggal (KAT) di Dusun Tanjung Harapan Desa Muara Tiku. Mereka untuk pertama kalinya akan melakukan bakti di tempat tersebut.
Saat menyeberangi sungai, para anggota rombongan menghadapi arus yang cukup deras. Mereka berusaha menyelamatkan diri namun Ebed dan Martin hilang terbawa arus.
Jasad mereka ditemukan sehari kemudian oleh tim SAR. Tubuh Ebed ditemukan sekitar satu kilometer dari lokasi hanyut sedangkan jasad Martin di terowongan air Lubuk Jong, 5 kilometer dari lokasi kejadian. Saat ditemukan, posisi Ebed seperti orang yang berdiri di dalam air.
Adalah ibunda Ebed, Rindiawati, yang mendapat firasat bahwa sesuatu akan terjadi pada anaknya. "Malam sebelum Ebed meninggal, istri saya bermimpi Ebed minta makan nugget," kata Djinarko, ayah Ebed.
Saat kabar buruk itu diterimanya, Djinarko yang pendeta dan istrinya sedang berada di Israel untuk memandu jemaat beribadah. Dia mengingat-ingat ada satu kejadian yang agak janggal dan mungkin menjadi pertanda.
"Ketika ulang tahun tanggal 20 Agustus, Ebed mendapat hadiah iPad, tapi dia malah memberikan hadiah itu kepada saya. Ini tak biasa karena dia tak pernah menolak pemberian," kata Djinarko di rumah duka RSPAD Gatot Subroto.
Menurut Djinarko, anaknya merupakan sosok yang baik, aktif di kampus, gereja maupun olahraga basket. Djinarko punya dua anak dan Ebed si bungsu.
"Ia punya dedikasi tinggi dan pernah ditawari bermain basket di klub ASPAC, namun tidak saya izinkan karena harus fokus ke kuliah dulu," kata Djinarko.
Dia menilai Ebed memiliki jiwa sosial yang tinggi karena selalu membantu anak-anak yang tidak mampu. Ebed juga pernah mengumpulkan dana untuk disumbangkan dengan cara mengumpulkan barang-barang bekas lalu dijual di pasar Senen.
"Kemana-mana dia memilih pakai busway dan kendaraan umum," kenang Djinarko. Ebed akan dimakamkan di Karawang pada Jumat (17/9).
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010