Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo meminta pemerintah khususnya Kementerian Keuangan membatalkan rencana mengenakan pajak PPN terhadap sektor sembako dan pendidikan, yang tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Dia menilai rencana kebijakan tersebut bertentangan dengan sila ke-5 Pancasila yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia dan sektor sembako-pendidikan juga sangat berkaitan dengan naik turunnya inflasi.
"Pengenaan pajak PPN, otomatis akan membuat harga sembako maupun pendidikan naik tajam. Pada akhirnya akan menaikkan inflasi Indonesia," kata kata Bambang Soesatyo atau Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.
Dia mencontohkan, rata-rata per-tahunnya, dari kondisi harga beras saja bisa menyumbang inflasi mencapai 0,13 persen sehingga tidak bisa dibayangkan bagaimana jadinya apabila sembako, terutama beras akan dikenakan PPN.
Baca juga: Anggota DPR sebut Sembako dan pendidikan tak boleh kena pajak
Baca juga: Anggota DPR ingatkan pemerintah dampak buruk penerapan PPN sembako
Baca juga: Partai Demokrat tolak pemerintah pungut PPN sembako dan pendidikan
Menurut dia, saat masih rendahnya kualitas pendidikan di berbagai institusi pendidikan negeri, pemerintah seharusnya berterima kasih kepada NU, Muhammadiyah, dan berbagai organisasi masyarakat lainnya yang telah membantu mencerdaskan kehidupan bangsa dengan menyiapkan institusi pendidikan berkualitas bagi masyarakat.
Karena itu dia menilai pengenaan PPN terhadap pendidikan, sama saja menegasikan peran NU, Muhammdiyah, dan berbagai organisasi masyarakat yang memiliki "concern" terhadap pendidikan.
"Dalam membuat kebijakan, Kementerian Keuangan seharusnya tidak hanya pandai dalam mengolah angka. Namun juga harus pandai mengolah rasa. Harus ada kepekaan sensitifitas terhadap kondisi rakyat," ujarnya.
Politisi Partai Golkar itu menilai Kementerian Keuangan harus menyadari masih banyak cara menaikkan pendapatan negara tanpa harus memberatkan rakyat terutama memaksimalkan dari potensi yang ada.
Hal itu menurut dia karena hingga akhir April 2021, penerimaan pajak baru mencapai Rp374,9 triliun atau sekitar 30,94 persen dari target total yang mencapai Rp1.229,6 triliun.
"Artinya, masih banyak peluang yang bisa digarap, dengan memaksimalkan potensi pajak yang sudah ada. Sebelum memberatkan rakyat, Kementerian Keuangan harus terlebih dahulu menertibkan jajarannya agar bisa mengejar para pengemplang pajak yang potensinya mencapai ratusan triliun per tahun," katanya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah saat ini masih tetap fokus memulihkan ekonomi sehingga dirinya sangat menyayangkan adanya kegaduhan di masyarakat terkait isu sembako dikenakan PPN.
"Pemerintah benar-benar menggunakan instrumen APBN karena memang tujuan kita adalah pemulihan ekonomi dari sisi 'demand side' dan 'supply side'," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi XI DPR RI di Jakarta, Kamis (10/6).
Dia menjelaskan, draf RUU KUP baru dikirimkan kepada DPR namun belum dibahas sehingga sangat disesalkan munculnya kegaduhan mengenai isu pengenaan PPN untuk sembako.
Terlebih menurut dia, draf RUU KUP bocor dan tersebut ke publik dengan aspek-aspek yang terpotong dan tidak secara utuh sehingga menyebabkan kondisi "kikuk".
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021