Jakarta (ANTARA News) - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ma`ruf Amin, menyayangkan adanya larangan bercadar dimuka umum bagi perempuan Muslim yang diberlakukan Pemerintah Prancis.
"Kita meyayangkan masih ada larangan itu dalam suasana kebebasan beragama dan kebebasan hak asasi manusia (HAM) seperti saat ini," katanya ketika dihubungi ANTARA News di Jakarta, Rabu.
Ma`ruf menyatakan, seharusnya Pemerintah Prancis tidak perlu menetapkan larangan bagi perempuan Muslim untuk mengenakan cadar, burka atau nikab karena selain nilai religius, pemakaian cadar tersebut juga mengandung nilai kultural.
Pengambilan suara (voting) oleh Senat Prancis yang dilakukan Rabu (15/9) pagi telah meloloskan undang-undang UU yang melarang penggunaan pakaian tersebut di tempat umum yang meliputi juga jalan-jalan, pasar, usaha bisnis non-pemerintah serta tempat hiburan, tidak terbatas hanya di bangunan-bangunan pemerintahan.
Sebelumnya, Majelis Nasional Prancis meloloskan UU tersebut pada bulan Juli dengan 335 suara berbanding satu suara yang menentang.
Alasan dikeluarkannya UU yang didukung pemerintahan Presiden Nicolas Sarkozy itu adalah untuk melindungi para perempuan Muslim dari pemaksaan penggunaan burka atau nikab.
Terhadap larangan semacam itu, MUI disebut Ma`ruf akan melakukan rapat untuk menentukan sikap resmi termasuk kemungkinan mengirimkan surat keberatan terhadap pemerintah Prancis.
"Akan kita bahas dulu, apakah perlu dikirimkan surat keberatan," kata Ma`ruf.
Ia belum dapat menentukan kapan rapat tersebut dapat dilakukan karena masih dalam suasana libur Lebaran sehingga belum semua pengurus MUI dapat berkumpul.
Namun, Ma`ruf menegaskan bahwa ia menyayangkan adanya larangan semacam itu terutama di negeri maju seperti Prancis yang menjunjung tinggi kebebasan HAM dan seharusnya termasuk hak beribadah.
(T.A043/A025/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010
Wong gitu aturan pemerintah disana, kalau nggak setuju, ya pindah ke timur tengah.
Sama seperti semua istri diplomat USA/ Eropa yang ditugaskan di Arab atau mesir, kalau dalam komplek kedutaan mereka bebas berpakaian seperti layaknya di usa/ eropa.
Tapi saat mereka keluar kedutaan dan masuk wilayah publik seperti pasar, mall, jalan raya, mereka juga wajib memakai jilbab, walau mereka bukan muslim.
masing2 negara punya aturan sendiri
Di dalam kerudung hitam kalau ada BOM nya tak kelihatan,terus nanti kalau di Razia polisi di bilang pelecehan sexual,ya kan serba susah.Lagian kenapa harus di bungkus dari bawah sampai atas mata aja hampir tak kelihatan.
orang lain Yg nglihat juga merasa takut,setan apa orang semuanya warnanya hitam.
Agama kan bukan atribut.
Yang ada adalah kewajiban untuk berjilbab ( penutup rambut ) bagi kaum perempuan. Aceh bukan Islam, tapi Aceh punya hak otonomi sendiri yg dilindungi UU dan punya hak untuk dihormati.
Apakah anda juga merasa keberatan dengan Suster/biarawati Nasrani yg masih menggunakan penutup kepala/jilbab?