survei ini akan memberikan gambaran terhadap langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan agar kondisi Taman Nasional Perairan Laut Sawu dapat pulih kembali dengan cepat

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengkaji dampak badai siklon Seroja terhadap kondisi terumbu karang yang terdapat di Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu yang terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Tb. Haeru Rahayu dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis, menyatakan seusai diterpa badai siklon Seroja yang melanda 21 kabupaten/kota di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur pada April lalu, KKP melalui Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang melakukan survei awal untuk memantau kondisi terumbu karang pascabencana dengan mengidentifikasi kerusakan dan perubahan sebaran terumbu karang dari data awal yang dimiliki.

Haeru Rahayu menjelaskan survei kondisi terumbu karang pasca bencana penting dilakukan mengingat wilayah dampaknya mencakup kawasan konservasi laut yang mempunyai keanekaragaman hayati tinggi.

"Hasilnya survei ini akan memberikan gambaran terhadap langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan agar kondisi Taman Nasional Perairan Laut Sawu dapat pulih kembali dengan cepat," ujarnya.

Menurut catatan BMKG, kecepatan badai siklon Seroja saat itu mencapai 75 km/jam. Badai ini memicu terjadinya banjir bandang, tanah longsor serta angin kencang yang menyebabkan rusaknya berbagai sarana dan prasarana.

Selain kerugian material, badai ini juga berdampak pada kondisi terumbu karang di wilayah tersebut sehingga dapat merusak fungsi ekologis dan mengancam fungsi ekonomi yang akan merugikan masyarakat pesisir, khususnya nelayan dan petani rumput laut.

Kepala BKKPN Kupang Imam Fauzi memaparkan survei cepat yang didukung oleh Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) dilakukan di 19 titik lokasi di sekitar perairan Kota Kupang, Kabupaten Kupang dan Kabupaten Rote Ndao.

"Survei dilakukan dengan metode pemetaan menggunakan drone untuk memantau secara cepat kerusakan terumbu karang dengan cakupan yang luas secara spasial dan metode transek sabuk pada tubir terumbu dan rataan karang melalui pengamatan langsung dengan snorkeling untuk mendapat informasi kerusakan karang," ujar Imam.

Menurut Imam, hasil survei menunjukkan indikasi kuat bahwa siklon Seroja menyebabkan kerusakan cukup besar pada terumbu karang meskipun tidak merata di semua tempat.

Dari tujuh lokasi terumbu karang di Teluk Kupang dan perairan sekitarnya menunjukkan pada perairan sekitar Kuanheum dan Lifuleo tidak terdampak siklon Seroja. Sekitar Perairan Alak dan Nitneo terdampak sedang dan di wilayah Kelapa Lima, Pasir Panjang serta Namosain kondisi terumbu karangnya sangat terdampak.

Sementara hasil dari survei di 12 lokasi pada Kabupaten Rote Ndao, di perairan wilayah Sedeoen, Mbueain, Pulau Nuse, Faifua, Papela dan Tesabela tidak terdampak. Perairan Maubesi, Sotimori dan Siomeda terdampak sedang dan dampak badai Seroja sangat besar terjadi pada perairan Tolama, Dengka serta Tua Natuk.

Mengenai hasil kajian cepat tersebut, pakar kelautan Universitas Muhammadiyah Kupang Rusydi menjelaskan bahwa kerusakan berat ditandai oleh banyaknya karang masif, bercabang dan karang foliose yang berserakan serta menumpuk membentuk gundukan memanjang sejajar garis pantai dengan luas tertentu.

Sebagai contoh, pada wilayah perairan Tolama sampai dengan Tuanatuk, panjang gundukan sekitar 8 kilometer dan tinggi gundukan berkisar 1-3 meter dari dasar laut. Pada area yang sangat terdampak, nyaris tidak ada karang hidup pada radius sekitar 10 meter dari gundukan koral.

Direktur Program Kelautan YKAN, Muhammad Ilman menambahkan data hasil survei ini akan dianalisis untuk mendukung kajian yang lebih rinci terhadap dampak badai Seroja bagi ekosistem terumbu karang.

Baca juga: Pakar: Terumbu karang di barat Indonesia alami tekanan sangat tinggi
Baca juga: Gili Matra dan Gili Balu jadi pusat rehabilitasi terumbu karang

Baca juga: Laut Sawu Masuk Kawasan Segitiga Emas Karang

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021