Helsinki (ANTARA News/AFP) - Seorang diplomat senior Iran menyatakan, Senin, ia meminta suaka politik di Finlandia setelah mengumumkan pada akhir pekan bahwa ia mengundurkan diri dari kedutaan besar di Helsinki untuk bergabung dengan oposisi Iran.
"Saya tidak akan kembali ke Iran karena saya bisa menghadapi hukuman mati. Saya akan tinggal di luar negeri sebagai aktivis politik," kata Hossein Alizadeh, Deputi Kepala Misi di Kedutaan Besar Iran di Finlandia, kepada wartawan pada jumpa pers di Helsinki.
"Saya akan meminta suaka politik kepada pemerintah Finlandia," tambahnya.
Alizadeh (45) mengundurkan diri pekan lalu dan menyatakan, ia telah menerima "ancaman-ancaman tidak resmi" melalui email.
Kedutaan Besar Iran di Helsinki tidak mau berkomentar mengenai permohonan suaka Alizadeh.
Ia adalah diplomat kedua Iran yang mengundurkan diri di negara kawasan Nordik setelah Mohamed Reza Heydari, yang meninggalkan Kedutaan Besar Iran di Oslo pada Januari lalu.
Alizadeh mengecam Presiden Iran Mahmoud Ahmedinejad dengan mengatakan, ia bukanlah diplomat pertama atau terakhir yang mengundurkan diri untuk memprotes pemilihan umum "curang" dan penumpasan terhadap pemrotes yang dilakukan kemudian di negara itu.
Alizadeh menyatakan "seluruh rejim (Iran) telah kehilangan legitimasinya", dan ia meninggalkan pekerjaannya untuk bergabung dengan Gerakan Hijau, sebuah koalisi pendukung oposisi yang menuntut pemilihan umum baru sejak Ahmedinejad terpilih lagi sebagai presiden dalam pemilihan umum pada Juni 2009 yang dituduh sebagai curang.
Iran dilanda pergolakan besar setelah pemilihan umum tahun lalu yang disengketakan.
Ratusan reformis ditahan dan diadili dalam penumpasan terhadap oposisi pro-reformasi setelah pemilihan umum presiden 12 Juni 2009 yang dipersoalkan, yang disusul dengan kerusuhan terbesar dalam kurun waktu 31 tahun.
Dua calon presiden yang kalah, Mir Hossein Mousavi dan Mehdi Karroubi, mantan ketua parlemen yang berhaluan reformis, bersikeras bahwa pemilihan Juni itu dicurangi untuk mendudukkan lagi Mahmoud Ahmadinejad ke tampuk kekuasaan.
Meski ada larangan protes dan penindakan tegas dilakukan oleh aparat keamanan, para pendukung oposisi berulang kali memanfaatkan acara-acara umum untuk turun ke jalan.
Delapan orang tewas dan ratusan pendukung oposisi ditangkap dalam demonstrasi paling akhir pada 27 Desember, ketika ribuan pendukung oposisi melakukan pawai semacam itu.
Sejumlah reformis senior, aktivis, wartawan dan yang lain yang ditangkap setelah pemilu Juni itu dikabarkan masih berada di dalam penjara dan beberapa telah disidangkan atas tuduhan mengobarkan kerusuhan di jalan. Oposisi mengecam persidangan itu.
Termasuk yang diadili adalah pegawai-pegawai kedutaan besar Inggris dan Perancis serta seorang wanita Perancis yang menjadi asisten dosen universitas.
Sejauh ini sudah sejumlah orang yang dijatuhi hukuman mati dan puluhan orang divonis hukuman penjara hingga 15 tahun.
Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengecam protes pasca pemilu itu dan memberikan dukungan tanpa syarat kepada Ahmadinejad dan mengumumkan bahwa pemilihan itu sah, meski dipersoalkan sejumlah pihak.
Kubu garis keras di Iran menuduh para pendukung oposisi, yang turun ke jalan-jalan untuk memprotes pemilihan kembali Ahmadinejad sebagai presiden, didukung dan diarahkan oleh kekuatan-kekuatan Barat, khususnya AS dan Inggris.
Para pemimpin dunia menyuarakan keprihatinan yang meningkat atas kerusuhan itu, yang telah mengguncang pilar-pilar pemerintahan Islam dan meningkatkan kekhawatiran mengenai masa depan negara muslim Syiah itu, produsen minyak terbesar keempat dunia.
Presiden Mahmoud Ahmadinejad, yang telah membawa Iran ke arah benturan dengan Barat selama masa empat tahun pertama kekuasaannya dengan slogan-slogan anti-Israel dan sikap pembangkangan menyangkut program nuklir negaranya, dinyatakan sebagai pemenang dengan memperoleh 63 persen suara dalam pemilihan tersebut.
Para pemimpin Iran mengecam "campur tangan" negara-negara Barat, khususnya AS serta Inggris, dan menuduh media asing, yang sudah menghadapi pembatasan ketat atas pekerjaan mereka, telah mengobarkan kerusuhan di Iran.
Sejumlah pejabat Iran mengatakan bahwa 36 orang tewas selama kerusuhan itu, namun sumber-sumber oposisi menyebutkan jumlah kematian 72. Delapan orang lagi tewas selama protes anti-pemerintah pada 27 Desember, menurut data resmi. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010