Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo meminta agar polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) bagi pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi tidak dipolitisasi.
Gubernur Lemhannas saat ditemui di Tugu Proklamasi, Jakarta, Kamis, mengatakan TWK itu seharusnya ditempatkan dalam kepentingan kewenangan lembaga untuk menetapkan standardisasi kriteria pelaku-pelaku di tiap lembaga.
Agus berpendapat Ketua KPK Firli Bahuri hanya melakukan tugas dan fungsinya berdasarkan ketentuan Undang-Undang untuk melaksanakan TWK sebagai bagian "check and balance".
Indikator-indikator dalam tes yang membentuk kriteria, untuk menentukan seseorang lulus atau tidak dalam tes tersebut, kata Agus, disusun oleh lembaga yang profesional yang tidak ada kaitannya dengan Ketua KPK.
Baca juga: Lemhannas: KPK-Komnas HAM buka komunikasi selesaikan polemik TWK
Baca juga: Lemhannas: KPK-Komnas HAM buka komunikasi selesaikan polemik TWK
"Jadi wajar saja di dalam setiap ujian seleksi, tergantung ujian seleksinya, kalau ada seseorang yang tidak sesuai dengan tujuan seleksi, maka dia bisa dinyatakan tidak lulus. Sesederhana itu sebetulnya. Jadi jangan dipolitisasi. Karena yang bikin pusing kita ini kan politisasi," jelas Agus.
Dia menyebutkan TWK pun dapat menjadi acuan untuk melakukan pemecatan terhadap pegawai mengingat proses tersebut dilaksanakan dengan metodologi yang sama di lembaga-lembaga lain.
TWK, tambah dia, juga dilakukan untuk menyeleksi pegawai yang bisa berfungsi efektif dalam lembaga, namun tetap dalam rambu ketentuan peraturan perundang-undangan.
Baca juga: Pakar pertanyakan urgensi Komnas HAM urus TWK KPK
Baca juga: Pakar pertanyakan urgensi Komnas HAM urus TWK KPK
"Ini lebih disesuaikan dengan kriteria atau perilaku yang nyata yang diharapkan bagi seseorang untuk bisa berfungsi secara efektif tetapi dalam rambu-rambu ketentuan peraturan perundang-undangan yang diperuntukan baginya dalam konteks sebuah lembaga," kata Agus.
Dia menambahkan, polemik TWK dapat diselesaikan bila kedua lembaga, yakni KPK dan Komnas HAM bisa berkomunikasi secara terbuka.
"Sebetulnya semua itu bisa diselesaikan sebelumnya dengan komunikasi yang lebih baik di antara kedua lembaga," kata Agus.
Masing-masing lembaga perlu introspeksi dan mengadakan review tentang apa fungsi, peran, dan kewenangannya pada lembaga tersebut.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021