Srinagar (ANTARA News/AFP) - Polisi India menembak mati 13 orang di Kashmir, Senin, ketika demonstran yang melemparkan batu melanggar larangan keluar rumah dan membakar sebuah sekolah Kristen dalam amarah yang disulut oleh penodaan Al-Quran.
Jumlah kematian itu merupakan yang terbesar dalam satu hari dan warga sipil yang tewas sejauh ini mencapai 84 sejak gelombang demonstrasi keras anti-India meletus tiga bulan lalu. Satu polisi juga tewas Senin.
Di New Delhi, kabinet bertemu membahas langkah-langkah untuk meredakan ketegangan, namun memutuskan menentang seruan sejumlah kalangan di pemerintah untuk mencabut sebagian undang-undang darurat yang telah berlangsung 20 tahun dan dicemooh oleh banyak orang di Kashmir.
Kabinet menyatakan "sangat sedih" atas kerusuhan itu, namun tidak menawarkan prakarsa baru selain pertemuan semua partai pada pekan ini untuk membahas penyelesaian.
Kerusuhan terburuk Senin dilaporkan terjadi di desa Tangmarg, 40 kilometer dari kota utama Kashmir, Srinagar, dimana massa meneriakkan slogan-slogan anti-AS dan pro-Islam sebelum membakar sebuah sekolah misionaris.
Tidak ada yang terluka dalam pembakaran di Tyndale Biscoe School, namun sedikitnya lima warga sipil tewas ketika pasukan keamanan melepaskan tembakan ke arah massa yang berusaha membakar gedung-gedung pemerintah.
"Kerugian harta benda besar," kata pejabat tinggi kepolisian di negara bagian itu, Kuldeep Khoda, kepada wartawan di Srinagar, dalam penjelasan mengenai kerusuhan pada hari itu, yang mencakup serangan massa terhadap sebuah kamp pasukan paramiliter yang bersenjata berat.
Ia mengkonfirmasi kematian 13 warga sipil, dan satu polisi juga tewas. Menurut pejabat itu, 45 pemrotes dan 130 polisi terluka, dan 52 orang ditangkap.
Khoda dan para pejabat di daerah itu menyalahkan televisi Iran Press TV karena mengobarkan amarah di Kashmir dengan laporan mengenai sekelompok orang Kristen yang merobek lembar-lembar halaman Al-Quran dalam demonstrasi di luar Gedung Putih pada Sabtu.
Kerusuhan Senin itu merupakan yang terakhir dari serangkaian protes keras mematikan dalam beberapa bulan ini.
Pasukan pemerintah hingga kini masih berusaha mengendalikan demonstrasi keras yang berlangsung tiga bulan yang dilakukan muslim di Kashmir setelah pembunuhan seorang remaja yang berusia 17 tahun oleh polisi pada 11 Juni.
Sebanyak 84 pemrotes dan warga -- termasuk beberapa anak -- tewas, sebagian besar oleh aparat keamanan yang menembakkan peluru amunisi ke arah massa pemrotes setelah mereka melemparkan batu.
Demonstrasi anti-India meningkat tajam di Kashmir sejak seorang remaja laki-laki yang berusia 17 tahun tewas setelah terkena tembakan gas air mata polisi pada 11 Juni.
Setiap kematian sejak 11 Juni menyulut kekerasan lebih lanjut meski telah ada seruan agar tenang dari Menteri Besar Kashmir Omar Abdullah. Pemuda dan remaja seringkali termasuk diantara demonstran yang melemparkan batu ke arah pasukan keamanan selama pawai.
Separatis Kashmir mengadakan pawai secara rutin, yang seringkali berbuntut kekerasan, sejak 2008. Banyak pemrotes tewas dalam pawai sejak itu, sebagian besar akibat tembakan polisi.
Kekerasan di Kashmir turun setelah India dan Pakistan meluncurkan proses perdamaian yang bergerak lambat untuk menyelesaikan masa depan wilayah tersebut.
Perbatasan de fakto memisahkan Kashmir antara India dan Pakistan, dua negara berkekuatan nuklir yang mengklaim secara keseluruhan wilayah itu.
Dua dari tiga perang antara kedua negara itu meletus karena masalah Kashmir, satu-satunya negara bagian yang berpenduduk mayoritas muslim di India yang penduduknya beragama Hindu.
Lebih dari 47.000 orang -- warga sipil, militan dan aparat keamanan -- tewas dalam pemberontakan muslim di Kashmir India sejak akhir 1980-an.
Pejuang Kashmir menginginkan kemerdekaan wilayah itu dari India atau penggabungannya dengan Pakistan yang penduduknya beragama Islam.
New Delhi menuduh Islamabad membantu dan melatih pejuang Kashmir India. Pakistan membantah tuduhan itu namun mengakui memberikan dukungan moral dan diplomatik bagi perjuangan rakyat Kashmir untuk menentukan nasib mereka sendiri. (M014/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010